Minggu, 20 Juli 2014

Eksistensi Hutan Adat Bengkut Kabupaten Penajam Paser Utara Ditinjau dari Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012

           Hutan memiliki arti penting dan strategis dalamkehidupan manusia. Hutan merupakan sumber kekayaan alam bagi kehidupan manusia,yang diperuntukan sebagai penyangga kehidupan umat manusia di dunia. Fungsi hutan sebagai sumber daya alam harus dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya bagikemakmuran rakyat. Seperti dimandatkan dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945. Dasar hukum pemanfaatan hutan di Indonesia tertumpu pada maknaPasal 33 ayat 3  Undang-Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945, pemanfaatan hutan oleh negara dan pemanfaatan hutan oleh masyarakathukum adat.[1]
            Berdasar kanstatusnya hutan di Indonesia terbagi dua: 1) hutan negara dan 2) hutan hak. Hutan negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atastanah, sedangkan hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah. Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan disebutkan bahwa hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang telah dibebani hak atastanah menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang PeraturanDasar Pokok-Pokok Agraria, seperti hak milik, hak guna usaha dan hak pakai.[2]

          Status hutan hanya adadua, maka hutan adat masuk ke dalam hutan negara. hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat  Jadi hutan adat atau hutan ulayat atau hutan marga atau hutan pertuanan atau sebutan lainnya merupakan milik masyarakat hukum adat dan termasuk dalam hutan negara Penjelasan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan menyebutkan, bahwa untuk mengantisipasi perkembanganaspirasi masyarakat, maka dalam undang-undang ini, hutan di Indonesia digolongkan ke dalam hutan negara dan hutan hak. Hutan negara ialah hutan yangberada pada tanah yang tidak dibebani hak-hak atas tanah menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, termasuk di dalamnya hutan-hutan yang sebelumnya dikuasai masyarakat hukum adat yang disebut hutan ulayat, hutan marga, atau sebutan lainnya. Dimasukannya hutan-hutan yang dikuasai oleh masyarakat hukum adat dalam pengertian hutan negara, adalah sebagai konsekuensi
adanya hak menguasai dan mengurus oleh negara sebagai organisasi kekuasaanseluruh rakyat dalam prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian masyarakat hukum adat sepanjang menurut kenyataannya masih ada dandiakui keberadaannya, dapat melakukan kegiatan pengelolaan hutan dan pemungutan hasil hutan.[3]
            Masyarakathukum adat didalam hukum nasional adalah sekelompok orang yang hidup secarateratur, tunduk kepada hukumnya sendiri, dan mempunyai organisasi kemasyarakatan sendiri (kepala/ketua masyarakat adat dan pembantu-pembantunya)dan mempunyai harta dan immateriil.[4]Sedangkan, posisi masyarakat hukum adat diakui keberadaannya dalam pemanfaatan dan pengelolaan Hutan Adat, jika menurut kenyataannya memenuhi unsur antara lain. Penjelasan Undang-Undang Nomor 41  Tahun 1999  TentangKehutanan Pasal 67 :[5]
  1. Masyarakatnya masih dalam bentuk paguyuban (rechtsgemeenschap);
  2. Ada kelembagaan dalam bentuk perangkat penguasa adatnya;
  3. Ada wilayah hukum adat yang jelas;
  4. Ada pranata dan perangkat hukum, khususnya peradilan adat, yang masih ditaati;
  5. Masih mengadakan pemungutan hasil hutan di wilayah hutan sekitarnya untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
        Di Negara Indonesia keberadaan hak ulayat masyarakat hukum adat  berupa, hutan adat ada yang masih kental ada yang sudah menipis dan ada yang sudah tidak ada sama sekali. Akan tetapi,eksistensi hutan adat itu sendiri masih diakui. Hal ini, dapat dilihat darimasih adanya pengakuan terhadap hutan adat yang diatur dalam Pasal 3 Undang-undang  Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria Tahun 1960, yang menyatakan bahwa:
        “Dengan mengingatketentuan-ketentuan dalam Pasal1 dan Pasal 2, pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak serupa itu darimasyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataanya masih ada, harus sedemikian rupa, sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan hukum negara berdasarkan atas persatuan bangsa, serta tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang dan peraturan-peraturan (hukum) lain yang lebih tinggi”.
        Dengan adanya ketentuan Pasal (3) Undang-UndangNomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria dapat diketahui bahwa, secara hukum hak ulayat ini, diakui sehingga keberadaannya sah menurut hukum. Olehkarena itu, hak ulayat masih tetap dapat dilaksanakan oleh masing-masing masyarakat hukum adat yang memilikinya. Maria S.W. Sumardjono menyebutkan bahwa: [6] “Eksistensi hak ulayat adalah hal wajar karena hak ulayat masyarakat beserta masyarakat hukum adattelah ada sebelum terbentuknya Negara Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945. Jelaslah bahwa hak ulayat itu diakui dengan pembatasan tertentu, yakni mengenai eksistensi dan pelaksanaannya.

      Pengaturan tentang pengakuan masyarakat hukum adat sebagaimana termuat dalam Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang DasarNegara Republik Indonesia 1945 yang menyebutkan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakatdan prinsip negara kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Pengakuan terhadap keberadaan hutan masyarakat hukum adat, juga diakui dalam konstitusi paling utama sebagai kontruksi hak atas sumber daya alam, baik bagi rakyat, masyarakat adat dannegara dikonstruksikan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA), yangmenyatakan bahwa penguasaannegara atas sumber daya alam berasal dari pengangkatan hak ulayat bangsa Indonesia atas bumi, air dankekayaan alam yang ada di dalamnya. Kemudian dari konsepsi itu, negara melalui pemerintah diberikan hak menguasai negara.

      Hak menguasai negara tersebut dapat dikuasakan kepada daerah-daerah swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat. Dalam masa pemerintahan Orde Baru, landasan pengaturan hubungan hukum dengan sumberdaya alam difragmentasi ke dalam berbagai Undang-Undang sektoral seperti  Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Jo Peraturan PenggantiUndang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 41Tahun 1999 Tentang Kehutanan,Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup, Undang-Undang Nomor 4Tahun 2009 Tentang Pertambangan Batubara, dan Undang-undang Nomor 11 tahun 1974 Tentang Pengairan.

       Pengakuan atas keberadaan hutan masyarakat hukum adat seiring berjalannya waktu, mengalami perkembangan dalam sisi regulasi untuk mengatur dan menghormati keberadaanmasyarakat hukum adat beserta hak-haknya dalam mengelola dan memanfaatkan hutan adat. Diantaranya yaitu, adanya putusan Mahkamah Konstitusi, Nomor35/PUU-X/2012.  yang mengabulkan sebagian uji materil Undang-Undang Nomor: 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan yang dimohonkan oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dan dua komunitas masyarakat adat yaituKanegerian Kuntu dan Kasepuhan Cisitu. Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 tersebut, dengan demikian puluhan juta hektar hutan adat yang tadinya diklaim sebagai hutan negara diakui keberadaannya dan dapatdikelola oleh masyarakat adat yang menempatinya.[7] 
  
         Mahkamah Konstitusi dalam putusannya, Nomor 35/PUU-X/2012 telah,   membatalkan sejumlah kata, frasa dan ayat dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.Misalnya, Mahkamah Konstitusi menghapus kata “negara” dalam Pasal (1) angka6  Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999tentang  Kehutanan, sehingga Pasal (1)angka 6 Undang-Undang Tentang Kehutanan menjadi “Hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat.” MahkamahKonstitusi juga menafsirkan secara bersyarat Pasal 5 ayat (1) Undang-UndangNomor 9 Tahun 1999 Tentang Kehutanan sepanjang tidak dimaknai “Hutannegara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, tidak termasuk hutan adat” dan menghapus frasa “dan ayat (2)” dalam Pasal 5 ayat (3), selanjutnya Pasal 4 ayat(3) Undang-Undang Nomor 41 Tahun1999 Tentang Kehutanan dinyatakan bertentangan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan RepublikIndonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai penguasaan hutan olehnegara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat, sepanjang masih hidup dansesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan RepublikIndonesia yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945.

          MahkamahKonstitusi berpendapat harus ada pembedaan perlakuan terhadap hutan negara dan hutan adat, sehingga dibutuhkan pengaturan hubungan antara hak menguasai Negara dengan hutan negara, dan hak menguasai negara terhadap hutan adat. Terhadap hutan negara, negara mempunyai wewenang penuh untuk mengatur peruntukan,pemanfaatan, dan hubungan-hubungan hukum yang terjadi di wilayah hutan Negara,sedangkan wewenang negara dibatasi sejauh mana isi wewenang yang tercakup dalam hutan adat. Hutan adat ini berada dalam cakupan hak ulayat dalam satu kesatuan wilayah (ketunggalan wilayah) masyarakat hukum adat. Penghormatan dan pengakuan pemerintah terhadap hak-hak masyarakat hukum adat untuk mengelola hutan adat sebagaimana, putusan Mahkamah Konstitusi tersebut. Seharusnya, dapat dijalankan dan ditaati secara menyeluruh oleh pemerintah pusat maupun dilingkup pemerintahan daerah. Seperti, pengakuan Pemerintah Daerah Kabupaten Panajam Paser Utara terhadap eksistensi Hutan Adat Bengkut (Sipung Bengkut) masyarakat adat Paser di Kelurahan Sepan.

Dasar hukum yang kuat untuk mengakomodir eksistensi Hutan Adat Bengkut (SipungBengkut) Kelurahan Sepan Kecamatan Penajam Kabupaten Panajam Paser Utara  telah  ditegaskan dalam Pasal 3Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1960 TentangPokok-Pokok Agraria, serta ditegaskan kembali, di dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Jo Peraturan Pengganti Undang-UndangNomor 1 tahun 2004 Tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999.Sebenarnya dapat membuat masyarakat adat Kelurahan Sepan Kabupaten Penajam Paser Utara, mempunyai hak untuk mempertahankan hutan adat jika memang benar-benar hutan adat Bengkut (Sipung Bengkut) beserta masyarakat adatnya masih ada dan diakui eksistensinya.

        Sebagai hutan yang dikelola oleh masyarakat secara tradisional, hutan adat Bengkut(Sipung Bengkut) tidak terlepas dari berbagai permasalahan. Seperti Masuknya perusahaan PT Balikpapan Flores Industri pada tahun 1969-1970 an, tidak diketahui asalnya masuk kedalam konsesi Hasil Hutan Produksi  (HPH) PT. Balikpapan Flores Industri (BFI) dan diambil kayu nya untuk perusahaan tanpa mengindahkan keberatan masyarakat adat Kelurahan Sepan.  kemudian pada tahun 1996 masyarakat adat Kelurahan Sepan mengirimkan surat keberatan kepada pihak perusahaan untuk segera dibuat kejelasan batas-batas wilayah Desa  masyarakat adat Sepan dengan konsesi perusahaan PT Balikpapan Flores Industri (BFI) tetapi tetap tidak mendapat perhatian. Pada akhirnya terjadi pemekaran Kabupaten Paser menjadi daerah otonom Kabupaten Penajam Paser Utara pada tahun 2003. Dan melalui kebijakan pembagian wilayah sehingga, Kawasan hutan adat Bengkut (Sipung Bengkut) masuk dalam kawasan hutan produksi diwilyah administrasi Kelurahan Sepan . Barulah PTBFI mengakui keberadaan hutan adat Bengkut (Sipung Bengkut)  sebagai bentuk penghormatan terhadap adat istiadat masyarakat adat setempat. Dengan, menetapkan tapal batas untuk tidakmengelola dan memanfaatkan sumber daya hutan dikawasan hutan adat Bengkut(Sipung Bengkut). Permasalahan lainya yang saat ini, masih sering terjadi diwilayah hutan adat Bengkut (Sipung Bengkut) adalah  Penebangan liar masalah ini sangatdiperhatikan oleh masyarakat adat Kelurahan Sepan. 

 Penebangan liar yang beroperasi dikawasan hutan adat Bengkut (Sipung Bengkut) adalah penduduk desa lain yang jugapendatang dari lain pulau. Para Penebang biasanya beroperasi didaerah sekitar hutan adat Bengkut (Sipung Bengkut) yang berupa belukar muda dan relatif lebih dekat ke tepi jalan untuk memudahkan pengangkutan. Untuk mendapatkan kayu para penebang melakukan pendekatan dengan masyarakat adat  Sepan dengan cara membeli kayu hidup atau meminta kayu mati atau pohon yang mati karena sebab yang alami.Tetapi, pada prakteknya mereka selalu mengambil lebih dari perjanjian yang telah disepakati. Dengan mengambil lebih, berarti luas areal yang dilakukan penebangan juga bertambah, tidak hanya di area perkebunan tapi juga di area hutan adat Bengkut (Sipung Bengkut). Meskipun para penebang liar mengetahui bahwa area hutan adat Bengkut (Sipung Bengkut) terlarang bagi kegiatan penebangan. Para penebang liar tetap mencoba sampai kegiatan merekan mendapatteguran dari kepala adat.

        Selain itu, Pengakuan Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara terhadap eksistensihutan adat Bengkut (Sipung Bengkut) secara defacto didasarkan hanya atas adanya masyarakat adat dan kelembagaan adat bukan didasarkan atas hak ulayat adat istiadat masyarakat adat Sepan yaitu,hutan adat Bengkut (Sipung Bengkut). Menjadi, permasalahan yang saat ini dihadapi oleh masyarakat adat Sepan. Sebab, belum adanya pengakuan secara de jure melalui penetapan surat ketetapan maupun Regulasi khusus berupa peraturan daerah. Mengancam, eksistensi hutan adat Bengkut (Sipung Bengkut) sebagai hak ulayat dan warisan adatistiadat masyarakat adat Kelurahan Sepan yang harus dijaga dan dilindungi kelestariannya. Penetapan wilayah Konservasi Budidaya Kehutanan (KBK) merupakan program Kementerian Kehutanan yang dijalankan oleh Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara dan menempatkan hutan adat Bengkut (Sipung Bengkut) kedalam konsesi kawasan Konservasi Budidaya Kehutanan (KBK) menjadi bukti belum adanya ithikatbaik Pemerintah Daerah Kabupaten Penajam Paser Utara dalam mengakui eksistensihutan adat Bengkut (Sipung Bengkut) sebagai warisan adat istiadat dan kearifanlokal yang harus dilindungi keberadaanya oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Penajam Paser Utara.[8]

          
[1]Rafael Edy Bosko, Hak-hak Masyarakat AdatDalam Konteks Pengelolaan Sumber Daya Alam, ELSAM, Jakarta, 2006, hlm. 43
[2] Ibid.hlm. 44
[3] Diakses dari: http://nenytriana.wordpress.com/2012/05/07/hutan-adat/Tanggal 13 September 2013, pukul 22.00 WITA

[4]Maria Kaban, 2004Keberadaan Hak Masyarakat Adat atas Tanah diTanah Karo,Hukum UniversitasSumatera Utara. Medan, hlm. 67.
[5] Ibid,. hlm 68
[6]Maria Soemardjono, Kebijakan PertanahanAntara Regulasi dan Implementasi, Kompas, Jakarta, 2007, hlm 54.
[7]Diakses dari:  http://www.metrojambi.com/v1/home/kolom/18893-mk-dan-hutan-adat.html,pada tanggal 16 September 2013, Pukul20.00 Wita.



[8]Wawancara dengan Ibu Norma,  Anak dariKepala Adat generasi ke 9 Masyarakat Adat Paser Adang Desa Sepan , Pada Tanggal24 April 2014.

7 REKOMENDASI DPC GMNI KOTA BALIKPAPAN KEPADA KPU KOTA BALIKPAPAN


         Pemilihan umum secara langsung oleh rakyat merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyatguna menghasilkan pemerintahan Negara yang demokratis  berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945. Sebagaimana, Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 Menyatakan bahwa, “kedaulatan ada ditangan rakyat dandilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Penyelenggaraan Pemilihan umum secara langsung umum, bebas, rahasia jujur dan adil. Dapat terwujud apabila dilaksanakan penyelenggara pemilihan umum yang mempunyai integritas,profesionalisme dan akuntabilitas.
Untuk itu, dorongan kuat element organisasi mahasiswa yang tergabung dalam kelompok Cipayung seperti, GMNI, GMKI, HMI, PMII. Yang berada dikota Balikpapan. Mendukung sepenuhnya pelaksanaan pemilihan umum legislatif pada Tanggal 9 April 2014 mendatang. Secara langsung umum, bebas, rahasia jujur dan adil. Demi terwujudnya kesejahteraan Masyarakat Indonesia khususnya, pemilihan umum legislatif di Kota Balikpapan. Adapun, rekomendasi-rekomendasi yang disampaikan sebagai bentuk perwujudan dukungan organisasi kelompok Cipayung di kota Balikpapan kepada KPU Kota Balikpapan sebagai lembaga penyelenggara pemilu legislatif adalah sebaagi berikut:
1.     Mendukung sepenuhnya pelaksanaan Pemilu legislatif 2014 yang demokratis, sehingga terciptaproses sirkulasi elite kepemimpinan yang murni hasil pilihan rakyat secara langsung.
2.     Mendorong efektifitas pengawasan penyelenggaraan pemilu Legislatif 2014 serta, terwujudnya anggaran yangproporsional.
3.     Menidak lanjuti, secara tegas penyampaian rekomendasi temuan dan laporan pelanggaran pemilu legislative 2014oleh Panwaslu Kota Balikpapan kepada KPU Kota Balikpapan agar dapat ditindaklanjuti secara proaktif. Berdasarkan fungsi dan kewenangan KPU Kota Balikpapan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum.
4.     Memberikan pemahaman atau sosialisasipendidikan  politik melalui programbimbingan teknis penyelenggaraan pemilu legislatif 2014 kepada masyarakat kotaBalikpapan secara merata hingga ke pelosok desa/kelurahan yang jauh dari aksesperkotaan.
5.      Memberikan kegiatan pelatihan tentang partisipasi hak politik penyandang Disabilitas dikota Balikpapan secara proaktif menjelang pemilihan legislatif 2014 sebagaimana, telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan Convention On The Right ofpersons with Disabilitas (konvensi mengenai hak-hak penyandang disabilitas). Serta penegasan kembali oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal 28 H ayat (2) menyatakan, ‘setiap orang berhak mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untukmemperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dankeadilan”.

6.     Membangun Sinergisitas garis koordinasisecara proaktif oleh  KPU Kota Balikpapankepada seluruh PPK ditingkat Kecamatan dan PPS di tingkat Kelurahan. Dalam menajalankan penyelenggaraan pemilu secara teknis maupun secara administratif.
 7.     Mendorong KPU kota Balikpapanbekerjasama dengan kelurahan untuk memaksimalkan peran dan fungsi Linmas untuk  keamanan di TPS. Untuk mengamankan jalanya pemungutan suara di setiap TPS.
            Demikian, 7 PointRekomendasi yang disampaikan oleh Organisasi tergabung dalam Kelompok Cipayung. Kepada KPU Kota Balikpapan. Untuk mendukung jalanya Demokrasi yang bemartabat untuk kemajuan bangsa dan Negara serta sukses terselenggaranya pemilulegislative 2014 di kota Balikpapan.

Penulis
Fajrian Noor

NB: Silahkan Di revisikembali jika ada yang kurang
Terimakasih Merdeka !!



Karut-Marutnya sistem PPDB di Kota Balikpapan




Puncak kegeraman terhadap karut-marutnya sistem PPDB tahun ajaran 2014-2015 disalurkan Persatuan Guru Swasta Indonesia Balikpapan (PGSB). Para guru yang dipimpin tiga tokoh pendidikan sekolah swasta di Balikpapan yakni Ketua Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Balikpapan, Imam Munjiat, Ketua Dewan Pendidikan Kota (DPK) Subiyanto, S.Pd, M,Pd dan Ketua Persatuan Guru Swasta Balikpapan (PGSB) Nugroho. Mereka melakukan unjuk rasa di depan kantor balaikota dengan mengajukan berbagai tuntutan kepada Pemkot. aksi demonstrasi ini dilakukan di 2 tempat yaitu, halaman gedung DPRD Balikpapan dan halaman gedung pemkot. ketidak jelasan sikap DPRD dalam mempertanggung jawabkan surat sakti rekomendasi DPRD kepada calon peserta didik. Menjadi, alasan sikap reaksioner ini dilakukan para guru  tersebut. tidak kurang 200 orang guru dari berbagai sekolah swasta di Balikpapan, turut ambil bagian untuk mengklarifikasi sikap DPRD Balikpapan yang telah melegalkan budaya titip peserta didik. bukan hanya itu, menilik kebelakang permasalahan ini bisa memuncak tidak lepas dari peran kinerja Kepala Dinas Pendidikan yang tidak tegas dalam mengatasi masalah sistem PPDB yang penuh kecurangan.

Dikomandoi oleh Ridwansyah, selaku kordinator lapangan. Mewakili seluruh demontran menyatakan sikap kepada pemerintah kota Balikpapan, agar sekolah swasta juga diberikan porsi lebih besar ketimbang sekolah negeri. Berdasarkan, UU sistem pendidikan nasional. Telah menyamaratakan sekolah swasta dengan sekolah negeri.“UU sistem pendidikan nasional sudah jelas menyamaratakan sekolah swasta dengan sekolah negeri jadi tidak ada, diskriminasi dan perlakuan khusus ,” Ujar pengajar di SMA Muhammadyah ini.

            Peraturan khusus berupa Perda perlu disah kan oleh Pemkot Balikpapan Balikpapan untuk membenahi sistem penyelenggaraan pendidikan. Sehingga, karut marut dalam proses PPDB dalam penyelenggaraan pendidikan di Balikpapan dapat diminimalisir, bahkan dengan adanya Perda dapat memberikan sanksi yang jelas bagi siapa saja pelakunya tanpa terkecuali. “Pemkot seharusnya mengesahkan Perda pendidikan, PPDB tahun ini menjadi bukti. Belum adanya aturan yang tegas membuat DPRD seenaknya memngeluarkan katabelece,” Terangnya.
            Sebagai bukti dokumen yang dirujukan kepada wali kota dalam aksi demontrasi ini pihaknya, telah menunjukan 16 surat rekomendasi oknum anggota DPRD yang telah di tujukan ke berbagai sekolah negeri di Balikpapan.‘’kami sudah mengantongi bukti salinan 16 surat rekomendasi yang telah dikeluarkan oknum anggota DPRD,”Ungkapnya.

            Berharap, dengan upaya penyelesaian masalah melalui jalur demontrasi ini dapat mengetuk hati pemerintah kota Balikpapan agar dapat memperjuangan sistem penyelenggaraan pendidikan yang bermartabat dan tanpa diskriminasi. “Jika tuntutan ini tidak dipenuhi, maka kami akan melaporkan DPRD Balikpapan ke komisi kehormatan DPRD dan Ombusdman Kaltim,”Ancamnya.

            Senada, dengan Ridwansyah. Tokoh pendidikan kota Balikpapan Imam Mudjiad menegaskan sekolah negeri harus mematuhi Kepmen Nomor 41 Tahun 2013. Mengenai syarat pemenuhan Romble setiap sekolah dibatasi hanya 36 romble.‘’Kalau merujuk pada aturan Kepmen Nomor 41 Tahun 2013 itu sudah jelas ada batasan romble yang harus ditaati oleh pihak sekolah negeri. Untuk itu, kami akan melakukan survey kebenaran nya bedasarkan 16 bukti tertulis yang sudah kami pegang,” Ujarnya.
            Sementara itu, Mudjiad menekankan bahwa DPRD Balikpapan menjalankan kewenanganya berdasarkan tufoksinya yaitu, fungsi legislatif, pengawasan dan anggaran. Jangan terlibat dalam masalah teknis penyelengaraan PPDB. Jika, persoalan ini kembali mencuat maka garis kordinasi dan klarfikasi langsung disampaikan ke wali kota. “DPRD jangan ikut campur lagi. Jalankan tugas sesuai fungsinya, kedepan tidak dibenarkan jika terjadi lagi. Memanggil instansi terkait untuk permasalahan pendidikan. Karena, hal itu rawan intervensi politik,” Ingatnya.
Dalam waktu dekat ini, pihakya akan melakukan survey ke sekolah-sekolah negeri untuk membuktikan sekolah negeri yang menerima murid lebih dari 36 rombel berdasarkan bukti tertulis yang telah dikantongi pihaknya.“Sebelum melakukan survey itu, terlebih dahulu kami minta Izin kepada Wali kota, jika tidak mendapatkan kepastian izin tersebut. Bukan tidak mungkin PGSI akan kembali melakukan Demonstrasi serupa,” Ungkapnya.
Lantas bagaimana, tanggapan Wali Kota Rizal Efendi terkait tuntutan yang dilayangkan oleh PGSI ketika itu?
bersamaan dengan aksi demontrasi tersebut Wali Kota, yang didampingi oleh Dinas Pendidikan Kota Balikpapan, Herry Misnoto memberikan klarifikasi menurutnya pihak Pemkot berjanji untuk sistem penyelenggaraan PPDB tahun depan pihaknya akan menerapkan sistem online dan transfaransi. Sedangkan, tuntutan agar Perda pendidikan segera disahkan. Pemkot sangat mendukung adanya aturan perda tersebut.“Dari sisi Pemkot Perda itu tidak ada masalah dan sudah diusulkan. Namun, saat ini masih menunggu persetujuan dari DPRD Balikpapan untuk di sahkan menjadi perda pendidikan,” Jelasnya kepada Demonstran yang hadir pada saat itu.

Lebih lanjut, Pemkot Balikpapan berharap partisipasi masyarakat dan pelaku pendidikan agar dapat bersama-sama mendorong disahkan nya Perda Pendidikan, sehingga, penyelengaraan PPDB tahun depan dapat berjalan dengan baik.“Dorongan kuat element masyarakat untuk mewujudkan disahkan nya perda pendidikan sangat diharapkan. Agar tujuan pemyelenggaraan pendidikan yang baik di Balikpapan dapat segera diwujudkan,” Ujarnya pelan kepada demonstran.

.Politik, membuat Kadisdik tidak berani ambil sikap

Dewan Pendidikan Kota Balikpapan, menyanyangkan sikap Disdik yang membiarkan praktik surat sakti oknum anggota DPRD. Melengang bebas tanpa adanya sanksi teguran lisan maupun tertulis. Padahal, Disdik memiliki kewenangan penuh untuk menjalankan aturan dan memberi sanksi teguran kepada oknum DPRD. Hal ini disampaikan Subiyanto ketua Dewan pendidikan Balikpapan.“Seharusnya, Disdik punya kewenangan penuh untuk memperketat aturan dan menjalankan fungsi atura pendidikan dengan baik. Sehingga, karut-marut dalam sisitem PPDB dapat dicegah.” Ujarnya

Tak dapat dipungkiri bahwa tendensi politik dalam setiap aspek memiliki pengaruh yang cukup besar. Terutama dalam penyelenggaraan dunia pendidikan di Kota Balikpapan, tentunya pemangku kebijakan mempunyai peranan dan tanggung jawab besar menjalankan manajemen pendidikan yang baik tanpa ada unsur politisasi didalamnya..“kami sayangkan, sebelumny Disdik tidak berani ambil sikap terkait prilaku oknum anggota DPRD yang memberikan rekomendasi kepada sekolah negeri tertentu,”Ungkapnya.
Diakuinya, dunia pendidikan memang tidak bisa secara keseluruhan lepas dari unsur politik. Seperti adanya, intervensi dari oknum wakil rakyat. Namun demikian, hal tersebut dapat diminimalisir. Melalui kesadaran semua pihak. “Intervensi politik itu bisa dicegah melalui, kesadaran masyarakat untuk mentaati aturan dan tidak melakukan cara praktis . Apalagi, minta tolong kepada oknum Dewan sangat tidak dibenarkan,”Tegasnya.

            Dunia pendidikan merupakan ranah, untuk membentuk karakter bangsa. Berdasarkan itu, Pihaknya sangat mendukung apa yang telah dilakukan oleh Pemkot dan Disdik yang berupaya untuk membentuk sistem pedidikan yang baik, meskipun dalam perkembangan nya banyak kendala dan pelanggaran yang terjadi. “Saya lebih condong kesalahan ini diterpakan kepada DPRD yang telah meloncati kewenangan nya. Lantaran ikut campur secara teknis dalam proses seleksi PPDB,”Ungkapnya.
            Dukungan, dewan pendidikan kepada pemkot dan disdik yaitu, prosedur PPDB melalui online yang diterapkan tahun depan. Serta menunggu di sahkanya Perda pendidikan. Adalah ithikat baik yang harus dihargai semua pihak pasalnya upaya itu dilakukan untuk menghilangkan budaya titipan peserta didik baru.“Maka dengan metode Online diharapkan dapat menutup kecurangan proses PPDB. Selain itu, menghimbau kepada disdik maupun DPRD, agar penyelenggaraan PPDB dapat diserahkan ke pihak sekolah yang bersangkutan. Sehingga bisa berjalan lebih baik,”Timpalnya.

Sistem dirubah Copot Kadisdik

Tokoh pemuda yang juga merupakan politisi diusung oleh partai PDIP dapil selatan pada pileg april lalu. Sulton Fachrudin, mengakui bahwa terlepas dari adanya rekomendasi oknum DPRD dan kericuhan dalam seleksi PPDB tahun ini. Sepenuhnya merupakan tanggung jawab pemerintah Kota Balikpapan dalam hal ini kepala Dinas Pendidikan. Sebagai bentuk tanggung jawab moral dan pembenahan sistem sudah sepatutnya kadisdik harus diganti.“Kadisdik harus segera diganti, karut marut sistem PPDB tahun ini jelas menggambarkan ketidakmampuan kadisdik dalam membangun sistem pendidikan yang baik,” Ujarnya

Kericuhan dalam proses PPDB tahun ajaran 2014-2015 ini tidak lepas dari kesalahan dalam penerapan sistem seleksi. Padahal, aturan sudah jelas dan sesuai prosedur harus dijalankan. Namun, penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oknum anggota DPRD justru dilegalkan. Kemudian, melempar persoalan ini seolah-olah kericuhan PPDB ini akibat ulah oknum anggota DPRD. Lalu, kemana peran kadisdik selama ini apakah tutup mata?

“Proses PPDB terjadi karena sistem pendidikan yang dibangun sudah salah. Jika, sistem itu bagus dan sudah dipersiapkan jauh hari jangankan oknum dewan, oknum pejabat lainya pun enggak akan bisa nitip. Maka sebagai tanggung jawab moral kadisdik harus diganti,”Tegasnya.
Diakuinya, persoalan lemahnya sistem dan pengawasan dalam proses seleksi PPDB tahun ajaran 2014-2015 ini. Menimbulkan kegeraman berbagai pihak. Kalangan akademisi maupun pelaku pendidikan garuk kepala melihat karut marutnya sistem PPDB tersebut, parahnya lagi oknum dewan juga turut bermain. Lantas, siapa yang harus diterpakan pertanggungjawaban kalau bukan kadisdik yang tidak berani menolak unsur politisasi dalam sistem PPDB.
“Biar diganti Kadisdiknya, 100 kali kalau sistem tidak dirubah tetap saja pendidikan di Balikpapan karut marut,” Tuturnya. “Pemerintah Kota Balikpapan harus tegas dengan menerapkan sistem online, bila tidak mampu membuat sekolah yang seragam, maka ditegaskan melalui penilaian layak atau tidaknya peserta didik untuk masuk kesekolah negeri sehingga dalam mekanisme online nantinya akan langsung dapat tersaring calon peserta didik  sesuai rangking,” Sambungnya.

            Penerapan Sistem online dalam PPDB dapat meminimalisir peluang masyarakat mendapatkan cara praktis untuk memperoleh surat sakti oknum anggota DPRD. Cara ini, sudah ada lampu hijau dan diyakini akan menjadi solusi untuk meminimalisir kecurangan dalam PPDB ditahun ajaran yang akan datang.“pemerintah kota Balikpapan harus tegas untuk menerapkan sistem online. Terlebih saat ini, kejelasan sistem online yang akan diterapkan pada tahun ajaran baru mendatang sudah menemui lampu hijau,” Ucapnya.
            Sementara itu, dia juga menyesalkan, prilaku oknum anggota DPRD yang turut campur dan melegalkan prosedur yang salah dalam PPDB tahun ini. Padahal, oknum Anggota Dewan tidak berkepentingan dengan urusan  teknis PPDB. Mereka hanya berwenang dalam urusan legislasi serta Mengontrol kebijakan eksekutif  berdasarkan domainnya.“Oknum anggota dewan menjalankan amanah rakyat harus sesuai dengan tufoksi nya. kalau pada PSB tahun ini, eksekutif dengan instansi teknisnya dianggap amburadul dan gagal. berani nggak  pada saat LPJ Tahunan DPRD, wali kota menolaknya ?,” Sesalnya.

Gratifikasi PGSB Siap Laporkan DPRD ke KPK

Menindak lanjuti tuntutan para Guru sekolah swasta, kepada pemerintah kota Balikpapan yaitu, swiping ke sekolah-sekolah Negeri di Balikpapan. Untuk memastikan, dugaan sekolah negeri tersebut menerima peserta didik titipan anggota DPRD pada saat proses PPDB. Alhasil, upaya ini mendapat restu Wali Kota Balikpapan. Dari hasil temuan awal pihaknya sudah mengantongi bukti 18 katabelece, yang terdiri dari surat rekomendasi dan memo. Tidak menutup kemungkinan bukti-bukti ini akan bertambah.termasuk bukti laporan. Sehingga, memastikan jika bukti ini terhimpun PGS siap untuk melaporkan DPRD ke KPK karena jelas tindakan ini merupakan gratifikasi. Hal ini, disampaikan oleh Ridwansyah, kordinator aksi PGSB pada saat demontrasi pekan lalu ketika ditemui dikediamanya di kelurahan Margomulyo.“Sudah mendapat izin dari walikota untuk melakukan swiping ke sekolah-sekolah negeri yang diduga menerima titipan peserta didik oleh oknum Dewan pada PPDB lalu,” Bebernya.
Dari hasil investigasi awal  tim yang dibentuk oleh PGSB, hampir 50 persen oknum anggota di DPRD Balikpapan telah mengeluarkan katabelece, kepada sekolah negeri pada saat proses PPDB berlangsung bulan lalu. “Selain bukti tertulis memo dan rekomendasi, yang sudah kami pegang. Dari pantauan dilapangan juga demikian, dari romble yang seharusnya diisi 36 namun, faktanya dibeberapa sekolah negeri mencapai 46 romble,” Ujarnya

Seluruh bukti-bukti temuan tim investigasi PGSB, masih akan dihimpun dan dikaji kembali sebelum nantinya akan ditindak lanjuti lebih jauh. Termasuk, data nama-nama orang tua peserta didik yang meminta rekomendasi, serta biaya masuk yang dipungut pihak sekolah negeri setelah mendapat rekomendasi dari DPRD “saya mendapat 2 tambahan bukti baru lagi jika seelumnya 16 kini, bukti yang kami pegang berjumlah 18 bukti, termasuk pungutan pihak sekolah untuk jalur BL 3 s/d 5 juta dan jalur regular 15 juta. Pungutan lebih tinggi terjadi di sekolah pavorit bisa sampai 25 juta,” Ungkapnya.

Diakuinya, untuk menghimpun sejumlah bukti-bukti pelanggaran wewenang oleh oknum anggota DPRD ini. Bukan tanpa resiko, pihaknya mendapat berbagai intimidasi melalui telepon dan pesan singkat. Dan lebih parahnya lagi, pihak sekolah negeri juga akan melalukan swiping terhadap anak-anak guru swasta yang bersekolah di sekolah negeri.“Semalam, saya menerima telepon dari nomor tidak dikenal dan meminta untuk tidak memperpanjang masalah ini,”Tuturnya. “parahnya lagi, saya juga mendapat info dari teman PGSB bahwa sekolah negeri akan melakukan investigasi terhadap anak-anak kami yang sekolah di sekolah negeri,” Sambungnya.
Investigasi yang dilakukan oleh PGSB ini, memang masih dalam tahap awal belum sepenuhnya dapat dijadikan acuan. Namun, gesekan yang terjadi sudah berdampak luas termasuk adanya intimidasi dan sikap reaksioner serupa yang dilakukan oleh pihak sekolah negeri.“kita lihat saja perkembangan nya nanti kalau bukti-bukti yang sudah kami himpun lengkap dan dasar hukum nya kuat. Maka, kami akan publikasikan ke masyarakat,” Ungkapnya.
Lantas apa upaya hukum yang akan dilakukan pihak PGSI jika seluruh bukti tertulis dan intimidasi yang dialaminya. Sudah dikumpulkan dan menjadi pegangan kuat PGSI untuk meminta pertnggungjawaban DPRD ? “Kasus ini merupakan gratifikasi dan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh DPRD. Apalagi, dalam dunia pendidikan  jelas harus segera ditindak lanjuti,” Ucapnya.

Politisasi didalam dunia pendidikan sangat tidak dibenarkan. Selain, tidak memberikan contoh yang baik prilaku oknum anggota DPRD sudah menyalahi aturan dan merusak citra pendidikan di Kota Balikpapan. Untuk itu pihaknya akan melanjutkan tindakan gratifikasi ini dan melaporkanya kepada KPK.“Saat ini masih berupaya untuk bertemu dengan DPRD dulu kalau tidak ada penyelesaian, kami akan lanjutkan persoalan ini ke Badan Kehormatan DPRD lalu KPK karena sudah jelas penyalahgunaan wewenan dan gratifikasi ini melanggar hukum,” Kecam nya.
Investigasi yang dilakukan oleh pihak PGSB ini kan dilakukan secara berkesinambungan. Walaupun saat ini fokusnya masih tertuju terhadapa pelanggaran penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh DPRD. Tidak menutup kemungkinan juga akan dilakukan ke instansi SKPD. Dan ditubuh internal Dinas Pendidikan. “kunci dari semua permasalahan ini ada didinas pendidikan dan pihak sekolah. Disdik harus berani. bersikap. Walaupun yang dilawan orang politik  tidak mudah. untuk itu perlu ketegasan,” Harapnya.

Penulis
Fajrian Noor
17/08/2014     








Selasa, 15 Juli 2014

Awasi Selubung Layanan HJ Delta

Awasi Selubung Layanan HJ Delta

Aparat keamanan dan pemerintah tampaknya harus bergerak cepat untuk membuktikan kebenaran informasi yang berkembang dimasyarakatyang menyebutkan Delta Spa Balikpapan menyediakan layanan plus berupa pijat “kocok” atau hand job (HJ) Kepada tamunya. Pasalnya pusat kebugaran yang juga memiliki jaringan di Medan ini telah menuai protes.

      Media-media lokal di Medan memberitakan, ibu-ibu anggota kelompok pengajian disana melakukan aksi demonstrasi meminta pemerintah daerah untuk mencabut Izin operasi Delta Spa Medan karena, diduga telah melakukan praktik prostitusi terselubung, di mana memperkerjakan anak usia di bawah umur dan tari telanjang. Hal ini dikhawatirkan bisa merusak moral remaja dan dan orang tua. Mereka juga marah karena banyak suami-suami mereka adalah korban dari kegiatan prostitusi terselubung itu.

       Mendengar kabar ini, Ketua Komisi IV DPRD Kota Balikpapan Ida Prahstuti kaget bukan kepalang lantaran mengetahui adanya praktik pijat plus plus di Delta Spa Balikpapan. Dia menuding hal itu terjadi karena lemahnya pengawasan dan proses pemberian operasi yang tidak selektif. “Syarat Izin operasi yang tidak selektif pasti menjadi penyebab praktek pijat ini, bisa leluasa beroperasi sedangkan sistem pengawasan tidak diupayakan dan terkesan diabaikan” kesalnya.

       Praktik jasa maksiat ini, perlu disikapi secara  serius oleh pemerintah Kota Balikpapan apalagi sekarang, mendekati bulan suci ramadhan. Sehingga, dipandang perlu untuk turun kelapangan guna meninjau kembali izin-izin operasi yang telah dikeluarkan namun tidak sesuai dengan peruntukannya.

    “Ini mendekati bulan Ramadhan seharusnya Izin operasi praktek jasa maksiat apapun jenisnya harus ditinjau ulang jika merugikan maka wajib untuk diberi sanksi tegas”. Tutur  Ida.
    Jika memang kabar itu benar, maka Delta Spa harus dievaluasi izinya.  Praktik pijat kocok yang digunakan sebagai pijat refleksi untuk kesehatan telah melanggar aturan dan sudah tidak sesuai dengan konteksnya.

    “jika keluar dari konteks peruntukan maka aturan perlu ditegakan untuk mencabut izin operasi” ungkapnya

   Diakuinya, selama ini pihak Pemerintah Kota Balikpapan masih sangat lemah dalam mengawasi Izin-izin operasi yang telah diberikan untuk pelaku usaha jasa pusat kebugaraan. Kelemahan dalam sistem pengawasan dapat ditutupi dengan prombakan kembali prasyarat  sebelum pemberian Izin.

    “Selain tindakan tegas berupa teguran dan sanksi penutupan, membenahi sistem prasyarat izin operasi sebelum diberikan dipandang perlu untuk direvisi dan dibenahi kembali secara maksimal. Sehingga pencegahan terhadap praktek maksiat berkedok pijat kebukaran ini tidak kembali terulang”. Terangnya.

    Terpisah, Praktisi hukum Piatur Pangaribuan turut menyoal kasus penyalahgunaan Izin. Menurutnya, persoalan izin operasi kerap dianggap hanya sebatas formalitas untuk melegalkan bisnis jasa layanan kebugaran . Sementara pada implementasinya menyimpang dari ketentuan-ketentuan.

    Seharusnya izin dan rekomendasi yang diberikan oleh Disporbudpar tidak boleh disalahgunakan pelaku bisnis jasa layanan kebugaran. Karena, pemberlakuan izin dan prasyarat izin yang diberikan tentu telah memuat sanksi yang tegas bila dilanggar. Sanksi bisa berupa teguran tertulis maupun sanksi administrasi berupa pencabutan ijin usaha.

    “Izin yang tidak sesuai dengan pelaksanaanya merupakan pelanggaran hukum dan harus disikapi serius, sanksi tegas bukan hanya diberikan kepada penerima izin namun sanksi tegas juga harus diberikan kepada pemberi  ijin”,Ujarnya.

    “Kalau dikaji dari konteks regulasinya sudah benar, maka yang perlu diawasi jangan hanya pelaku usaha saja, tapi kepada instansi yang berwenang. Kenapa izin tersebut bisa diterbitkan, sementara dalam pelaksanaanya terjadi penyimpangan,” Jelasnya. (Fajrin)





Setimpal Vonis Mati

Setimpal Vonis Mati

Sudah saatnya hukum di negeri ini tidak boleh lagi memberikan ganjaran ringan kepada para pengedar dan pembuat narkoba. Itulah pegangan seorang jaksa dengan tugas dan kewenangannya sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dalam perkara pidana. Seperti yang terjadi baru-baru ini, Kejaksaan Negeri Kota Balikpapan telah memvonis mati 2 orang terpidana kasus narkoba yaitu, aco dan warga negara Vietnam Nguyen van no. Tim gugat mendapatkan kesempatan untuk berbincang dengan salah satu jaksa penuntut umum yaitu, Sigit Prabawa SH yang memberikan tuntutan mati kepada terpidana kasus peredaran narkoba jaringan internasional Nguyen Van No.
     Sigit mengatakan, saat ini banyak argumentasi dari pengacara, akademisi serta praktisi hukum yang menyoal bahwa hukuman mati melanggar kemanusian sebagaimana, ditegaskan dalam amandemen ke 4 UUD 1945 Pasal 28 a setiap berhak untuk hidup.
    “vonis hukuman mati, jika dilihat dari aspek kemausiaan memang tidak manusiawi tapi dilihat dari segi hukum positif, vonis hukuman mati bertujuan untuk memberikan efek jera bagi siapa saja pelakunya”. Ujarnya.
    Jika vonis hukuman mati bagi pengedar narkoba ditiadakan atau diberi pengecualian maka akan menimbulkan hal-hal yang lebih buruk lagi. Terutama untuk perkembangan generasi muda. Karena, vonis hukuman mati dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan dan dapat diterapkan dari seberapa besar tindak pidana yang lakukan oleh para pelakunya.
  “jadi tidak ada salahnya jika peraturan perundang-undangan menerapkan hukuman mati bagi pengedar narkoba”. Tutur Sigit
    Pemberian vonis mati oleh seorang jaksa merupakan tugas dan kewenangannya sebagai penuntut umum dan pelaksana (eksekutor) putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dalam perkara pidana. Seperti yang diberikan Kejaksaan negeri Balikpapan melalui kepada terpidana mati Nguyen Van No.
    “Sebagai seorang jaksa  tidak ada rasa bersalah dalam memvonis mati nguyen Karena ini merupakan kewenangan yang diberikan dan diputuskan oleh Kejaksaan Negeri Balikpapan,” Ungkapnya.
     Dengan adanya vonis mati yang diberikan kejaksaan Negeri kepada Nguyen van no ini dapat memberikan efek jera bagi siapa saja pelaku pengedar narkoba.“ siapapun itu pelakunya jika mengedarkan narkoba dalam jumlah besar maka tuntutan mati, bukan tidak mungkin akan diterpakan kembali, agar peredaran narkoba dapat diminimalisir”. Jelasnya. (Fajrin)







Pantas Diberikan

Tuntutan vonis hukuman mati oleh kejaksaan negeri Balikpapan kepada pengedar narkoba kelas kakap, Aco dan Van Nguyen No dipandang relevan. Hal ini, diamini oleh praktisi hukum pidana Unversitas Balikpapan Dr. Piatur Paangaribuan SH. MH. Yang menjelaskan bahwa tuntutan hukuman mati memberikan efek jera bagi pelakunya.

            Lantas, apakah vonis hukuman mati tidak mempertimbangkan aspek kemanusiaan bagi terpidana kasus narkoba yang dituntut mati. Sementara, para terpidana tuntutan mati seperti halnya Aco dan Nguyen No juga memiliki keluarga yang menantikan kepulangan mereka?

Menurut Direktur  Pasca Sarjana Universitas Balikpapan ini, relevansi hukuman mati sangat efektif diterapkan kepada pelaku pengedar besar narkoba. Tidak ada pengecualian untuk terpidana tuntutan mati dalam kasus tersebut, meskipun disatu sisi memiliki keluarga. Tapi, perlu dibayangkan berapa juta orang di Indonesia yanng mati karena ulah pengedar narkoba yang telah merusak generasi muda bangsa.

      “Tuntutan mati sudah layak  diberikan kepada bandar besar narkoba seperti Aco dan Nguyen hukuman mati agar memberikan efek  jera terhadap pengedar narkoba”. Ujarnya. “pada hakikatnya tujuan hukum mengedepankan aspek kemanfaatan baru merujuk kepada aspek kepastian dan keadilan. Dalam sisi kemanfaatan sudah jelas memenuhi unsur efek jera , sedangkan, dari aspek kepastian hukum vonis mati diberikan kepada aco dan nguyen merupakan konsekuensi tindak pidana yang telah dilakukan. Serta dari sisi keadilan relatif tergantung dari masyarakat  dan publik yang menilainya,” Terangnya.

      Keberadaan peraturan perundang-undangan yang mengikat bagi pelaku tindak pidana peredaran narkoba menjadi landasan hukum untuk membuktikan kebenaran materiil, dalam setiap kasus yang diputus pengadilan. Jika kebeneran materiil ini sudah terpenuhi, dalam proses putusan persidangan terbukti keduanya bersalah maka hukuman mati, menjadi solusi hukum untuk menindak pelaku pengedar narkoba.“ terlebih, baru-baru ini kasus peredaran narkoba dikota Balikpapan sangat mengkawatirkan lantaran jaringan pengedar narkoba bertaraf internasional,” Jelasnya. (Fajrin)

Gugat Edisi 08