Minggu, 07 September 2014

Sisi Lain Di Balik Kasus Narkotika Anak Pejabat Kaltim



Hanya Rehabilitasi Karena Kental Kolusi

Peredaran dan penyalahgunaan narkoba di Kalimantan Timur bukan hal baru penyebaran narkoba ini juga tidak memandang kelas dan status sosial masyarakatnya. Siapa pun, bisa terkena dan terlibat dalam kasus narkoba jika kita tidak berhati-hati, maka sanksi hukum pemidanaan harus diterpakan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Lantas bagaimana proses pemidanaan jika, kasus penyalahgunaan narkoba melibatkan anak-anak pejabat? Apakah Supremasi hukum sudah diterapkan dan berjalan maksimal ?lantas apakah keputusan rehabilitasi yang selama ini diberikan kepada anak-anak pejabat yang terlibat kasus narkotika, tepat dan bakal memberikan efek jera?

Dalam konteks menegakan supremasi hukum tentu tidak ada seorang pun yang kebal hukum dan diharapkan dengan penegakan hukum tanpa pandang bulu terhadap anak pejabat, dapat menimbulkan efek jera terhadap para pemakainya ataupun pengedarnya. Terlebih, jika menyoal kasus yang baru-baru ini terjadi yaitu penangkapan 11 orang yang terjaring aparat kepolisian karena menggelar pesta Narkoba di THM Delta Club, dan 2 diantaranya merupakan anak Bupati Paser dan anak Ketua DPRD Kab. Paser, bahwa dalam proses penegakan hukum tidak ada pengecualian dan siapapun pelakunya tentu harus diterpakan sanksi yang berat, mengingat, kasus narkoba merupakan mata rantai yang harus dipecahkan solusinya. Terlebih, yang menjadi aktor utama nya merupakan anak-anak para pemangku kebijakan sehingga jangan sampai menimbulkan sikap apriori di kalangan masyarakat, anak pejabat tidak kena hukuman ketika menggunakan narkoba.

Nama-nama Anak Pejabat yang pernah terlibat kasus penyalahgunaan Narkoba
Nama
Anak Pejabat
Pembuktian
Status
Tahun
Dmiyatri Reza
Imdaad Hamid Mantan Walikota Balikpapan
Tertangkap tangan
rehabilitasi karena menderita hepatitis C sejak dua tahun lalu. Penyuntikan selama ini dilakukan demi penyembuhan
2009
Andi Faisal Hasdam
Sofyan Hasdam Mantan Walikota Bontang
alat isap,barang bukti lainnya adalah sisa sabu-sabu di bong isapnya kurang lebih 1 gram
5 tahun penjara
2009
Asriyati Sa’adah
Ridwan Suidi Bupati Kabupaten Paser
Tes urine positif pengguna narkoba/ tidak menyimpan dan membawa barang bukti
Rehabilitasi
2014
Julkifli
Kaharudin Ketua DPRD Kab Paser
Tes urine positif pengguna narkoba/ tidak menyimpan dan membawa barang bukti
Rehabilitasi
2014
Sumber: Investigasi Gugat

Dari kasus penyalahgunaan narkotika yang pernah terjadi di Kaltim dan melibatkan anak pejabat/kepala daerah mayoritas diputus Rehabilitasi. Tentunya, putusan rehabilitasi ini menjadi tanda tanya publik, wajar jika masyarakat berpendapat bahwa kalau yang berurusan pidana narkotika anak pejabat pasti putusannya rehabilitasi sedangkan, bisa saja anak pejabat tersebut ternukti dan terlibat lansung.
Bisa saja, keputusan pihak kepolisian untuk rehabilitasi yang kerap diberikan kepada anak pejabat menyalahi kewenangan jika, benar tentu akan berimflikasi terhadap proses-proses hukum yang akan dilakukan selanjutnya yaitu, keranah peradilan bahkan tidak sama sekali masuk ke ranah peradilan lantaran, diselesaikan dalam proses penyelidikan pihak kepolisian jika, indikasi itu benar adapun diantaranya sebagai berikut:
1.      Pembiaran terhadap dugaan tindak pidana.
2.      Menutup atau memperoses perkara karena kolusi dengan salah satu pihak
3.      Rekayasa barang bukti;
4.      Intimidasi secara psikis maupun fisik;
5.      Salah tangkap/asal tangkap
6.      Menggunakan kewenangan penahanan untuk memeras korban/ keluarga
7.      Penyimpangan prosedur penangguhan penahanan.

Proses hukum melalui peradilan menurut persfektif praktisi hukum barangkali dapat menjadi refresentasi masyarakat untuk dapat menyoal dan memberikan dorongan kepada penegak hukum agar dapat menindak secara tegas bagi siapapun pelakunya. Karena, kasus narkoba merupakan mata rantai yang harus disikapi dan dicari bersama solusi dan bentuk penyelesaiannya. Jika, aparat penegak hukum tidak tegas dalam menyelesaikan persoalan ini tidak menutup kemungkinan, persoalan penyalahgunaan narkotika yang melibatkan anak pejabat bakal terulang kembali. Mengingat, mayoritas para pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkoba, diputus untuk Rehabilitasi. Sementara, proses penyelidikan yang dilakukan aparat penegak hukum dalam hal ini, kepolisian terkesan diskriminatif dan tertutup untuk ruang publik.


PERADILAN RAKYAT
Tak sedikit yang mengharapkan kasus narkoba anak Bupati Paser dan anak ketua DPRD Paser dituntaskan lewat jalur pengadilan. Selain lebih transparan langkah ini juga bisa menumbuhkan kepercayaan publik bahwa anak pejabat tak kebal hukum. Lantas seperti apa simulasi yang terjadi jika kasus ini benar-benar masuk ke meja hijau ?

Maksimal 12 Tahun Penjara
Dalam kacamata hukum, untuk proses dakwaan yang diterpakan kepada para tersangka berdasarkan pembuktian didalam berkas BAP yang dilakukan pihak kepolisian sehingga, dapat dilanjutkan dalam proses peradilan agar dapat menjamin kepastian hukum, terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika yang notabena merupakan anak pejabat atau kepala daerah, harus dilaksanakan berdasarkan atas persamaan hukum tanpa diskriminasi. Jika, menyoal keputusan rehabilitasi yang kerap diterpakan kepada anak pejabat/ kepala daerah tentu, menimbulkan kecemburuan sosial dikalangan masyarakat. Sehingga, dipandang perlu untuk memberikan tuntutan seberat-berat bagi pelaku penyalahgunaan narkotika terutama, melibatkan anak pejabat. Hal ini, disampaikan Rukhi Santoso, SH Ketua Kongres Advokat Indonesia (KAI) Cabang Balikpapan.
“Tidak ada yang kebal hukum, siapapun itu subjek hukum baik anak pejabat maupun anak kepala daerah dan masyarakat sipil wajib dituntut dengan hukuman seberat-beratnya berdasarkan tingkat pembuktiannya sehingga, dapat memberikan efek jera kepada pelakunya,” ujarnya
Lantas, jika persoalan ini masuk ke ranah peradilan dan diproses oleh Jaksa Penuntut Umum, Tuntuan seperti apa yang harus diberikan JPU?

Dalam proses P21 peradilan, tentunya jaksa memiliki kewenangan untuk menghukum terpidana kasus penyalahgunaan narkotika apalagi jika yang berkaitan dengan anak seorang pejabat. Tolok ukurnya tentu, berdasarkan pada pelimpahan berkas penyidikan dari pihak kepolisian ke JPU dan menjadi rujukan, untuk memberikan dakwaan. kalau diputuskan rehabilitasi tanpa proses peradilan tentunya sangat tidak dibenarkan. Karena berdasarkan ketentuan Pasal 131 UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika jelas sekali menegaskan bahwa, melihat tanpa melaporkan ancaman pidana nya 1 tahun kurungan penjara.
“yang jelas, pelaku yang notabena anak pejabat Paser tidak dibenarkan untuk dilepas apalagi direhabilitasi walaupun, hanya postiif pemakai berdasarkan tes urine tanpa menyimpan dan mengedarkan barang bukti. Mereka turut serta melihat dan terlibat tanpa melaporkan berdasarkan ketentuan, juga diancam pidana,”paparnya,

jika persoalan ini masuk ke ranah peradilan tentunya dakwaan yang diberikan tidak boleh melebihi ancaman yang sudah termaktub dalam aturan. Jika dalam BAP ancaman hukumanya sesuai dengan UU No 35 Tahun 2009 Tentang narkotika menjadi bahan pertimbangan JPU untuk membuat dakwaan tentunya pidana kurungan penjara  12 tahun bagi yang terbukti mengedar dan menyimpan  dan mengunakan barang bukti. sebagaimana termaktub didalam pasal 121 ayat (1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum  menggunakan Narkotika Golongan II tehadap orang lain  atau memberikan Narkotika Golongan II untuk digunakan  orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat  4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan  pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan  ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00
(delapan miliar rupiah).
sementara bagi yang turut serta melihat tanpa melaporkan bisa saja dituntut ancaman 1 pidana penjara paling lama 1 tahu sebagaimana, diatur dalam  Pasal 131  Setiap orang yang dengan sengaja tidak melaporkan adanya  dipidana dengan pidana penjara  paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
“tuntutan 12 tahun bagi pengedar dan kepada turut terlibat 1 tahun bisa saja menjadi tuntutan yang dilakukan oleh JPU untuk memberikan efek jera kepada para pelakunya sehingga, tidak ada anggapan anak pejabat kebal hukum,” Tandasnya.

Buktikan Rehabilitasi Di Pengadilan

Proses pendampingan terhadap pelaku penyalahgunaan Narkotika sudah pernah ia, lakukan saat menjadi kuasa hukum terpidana kasus narkotika mantan wakil rakyat NG Priyono. Berkaca dengan kasus yang baru-baru ini terjadi yang mendera anak Bupati Paser aryati Saadah dan anak ketua DPRD Paser Julkifli menurutnya, putusan rehabilitasi yang diberikan Polres Balikpapan terkesan diskriminatif dan menyalahi kewenangan. Hal ini, disampaikan oleh Sukaryono,SH yang pernah menjadi Kuasa hukum artis senior Roy Marthen,

            “polisi itu tidak berhak memutuskan rehabilitasi kepada anak Bupati/anak pejabat, yang berhak memutus itu Hakim berdasarkan proses peradilan,” ujarnya kepada Gugat.
            Pemberian rehabilitasi kepada anak pejabat merupakan perlakuan istimewa yang diberikan aparat penegak hukum dalam proses penyelidikan. Berkaca dari pengalaman mendampingi NG Priyono dalam  kasus serupa. Diakuinya, dari sisi perlakuannya sangat diskriminatif padahal, jika diukur dari tingkat kesalahanya tentuya tidak jauh berbeda.
            “ketika, saya mendampingi proses hukum yang dijalani klien saya NG Priyono upaya rehabilitasi menjadi fokus pembelaan yang saya lakukan waktu itu. namun, fokus untuk rehabilitasi ini saya perjuangkan melalui proses peradilan,”tuturnya,”walaupun, putusan akhir hakim kurungan penjara 6 bulan 12 hari. Tapi, proses ini sesuai dengan mekanisme peradilan yang ditempuh, bukan diputus dalam proses penyelidikan, seharusnya perlakuan ini juga diberlakukan kepada 8 orang yang direhabilitasi dan 2 diantaranya merupakan anak pejabat,” sambungnya.

            Padahal, jika diselesaikan ke ranah hukum tentunya, para pelaku jika terbukti bersalah, maka mereka wajib untuk didampingi oleh kuasa hukum. Lantaran, Pembelaan terhadap pelaku tindak pidana apapun termasuk penyalahgunaan narkotika merupakan kewajiban kuasa hukum dan merujuk pada Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945 Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum dan negara menjamin itu. Dan alangkah lebih baik menyelesaikan persoalan itu ke ranah peradilan ketimbang, diputus rehabilitasi oleh kepolisian dalam proses penyelidikan.
            Tentunya, pembelaan oleh kuasa hukum bisa saja diarahkan untuk proses rehabilitasi jika terbukti anak pejabat hanya sebagai pecandu bukan pengedar. Adapun, pembelaan yang mungkin saja yang dilakukan kuasa hukum untuk meringankan tuntutan jaksa terhadap pelakunya, berdasarkan aturan UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika sebagai berikut;
 Bahwa, berdasarkan ketentuan Pasal 54 UU Narkotika menyebutkan, “Pecandu Narkotika dan korban penyalahguna narkotika wajib menjalani Rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial”.
belum adanya pembuktian yang jelas dan menguatkan bahwa dakwaan yang disangkakan oleh pihak JPU memenuhi unsur tindak pidana penyalahgunaan narkotika maka didalam eksepsi yang diajukan guna menjawab dakwaan yang diajukan oleh JPU bias saja pihak kuasa hukum berhak menolak dalil dakwaan tersebut.
“proses peradilan menjadi langkah terbaik untuk memutuskan pelaku tindak pidana narkotika yang melibatkan anak pejabat, sehingga tidak dibenarkan memutus secara praktis tanpa putusan pengadilan, kalau diputus melalui proses penyelidikan jelas mencederai proses hukum dan akan berdampak buruk bagi institusi penegak hukum seperti kepolisian,”pungkasnya

Hukuman berat untuk efek jera
Didalam azas Diskresi hukum juga tidak dibenarkan jika kepolisian menetapkan status rehabilitasi kepada pelaku penyalahguna narkoba, terlebih jika itu menyangkut anak pejabat/ kepala daerah. Sebab, keputusan untuk rehabilitas atau hukuman kurungan penjara hanya menjadi kewenangan hakim untuk memberikan putusan yang bersifat mengikat. Hal ini, disampaikan Robert Wilman Napitulu, SH Ketua Peradi Balikapapan, 
“lebih tepat kalau ini, dilimpahkan ke peradilan karena, keputusan rehabilitasi dilakukan oleh pihak kepolisian tidak memiliki kekuatan hukum,”ujarnya.
Jika, proses ini dilimpahkan ke pengadilan dan oleh kejaksaan dan berdasarkan dalil-dalil yang termaktub didalam dakwaan menuntut pelaku penyalah gunaan narkoba merujuk pada pasal 121 ayat (1) UU No 35 Tahun 2009 Tentang narkotika, bias saja diterpakan pada pengedar sedangkan bagi subjek hukum yang terlibat berdasarkan Pasal 131.
“dalam putusan, hakim tentu tidak hanya berdasrkan atas proses persidangan yang sudah dijalankan namun, juga harus berdasarkan pada pertimbangan hakim apakah dapat dipidana atau hanya sebatas rehabilitasi, namun, yang terpenting untuk memberikan efek jera terhadap anak pejabat harus dipidana kurungan 12 tahun penjara dan bagi pelaku turut terlibat bisa saja diputus pidana kurungan 1 tahun penjara dan menjalani tahap rehabiltasi.

Penulis
Fajrian Noor
Terbit: Tabloid Gugat Edisi 16
1-7 September 2014