Rabu, 07 Januari 2015

AKTIFITAS TAMBANG DI CAGAR ALAM TELUK ADANG


Sub: Analisis Hukum
Oleh
Fajrian Noor

I.       PENDAHULUAN 

           Kabupaten Paser merupakan wilayah Propinsi Kalimantan Timur yang terletak paling Selatan, tepatnya pada posisi 0045’18,37”-2027’20,82” Lintang Selatan dan 115036’14,5”-166057’35,03” Bujur Timur dengan  batas wilayah Kabupaten Paser meliputi sebelah Utara Kabupaten Kutai Barat dan Kutai Kartanegara, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Penajam Paser Utara dan Selat Makasar, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Kota Baru Propinsi Kalimantan Selatan, dan sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tabalong Propinsi Kalimantan Selatan. Sedangkan, luas WIlayah Kabupaten Paser adalah seluas 11.603,94 Km2. Luas ini terdistribusi ke 10 (sepuluh) kecamatan dengan 141 desa/kelurahan. Kecamatan yang memiliki luas wilayah cukup luas adalah Kecamatan Long Kali dengan luas 2.385,39 Km2 dan yang tersempit adalah Kecamatan Tanah Grogot dengan luas 335,5 Km2.[1]

         Dari luas keseluruhan wilayah tersebut penataan disektor kehutanan menjadi prioritas melalui kebijakan penataan batas wilayah hutan di Kabupaten Paser kebijakan ini menjadi upaya pemerintah daerah Kabupaten Paser untuk menjaga fungsi pokok sumberdaya hutan untuk percepatan pembangunan dan pelestarian sumberdaya hutan secara arif berkesinambungan. Dari penataan batasnya tersebut, kawasan hutan di Kabupaten Paser terdiri atas cagar alam seluas 107.787 hektare, Tahura seluas 3.965 hektare, hutan lindung seluas 123,805 hektare dan hutan produksi seluas 445.266 hektare.Pemerintah Kabupaten Paser telah melakukan penataan batas sejak 1991 hingga 2002 secara bertahap oleh UPTD Planologi Kehutanan Balikpapan, Namun sebagian besar masyarakat Kabupaten Paser masih belum mengetahui dimana letak batas hutan yang dimaksud.[2]

         Hampir 80 % masyarakat Kabupaten Paser bermukim di pedesaan yang masuk kedalam kawasan hutan dari 141 desa definitif yang ada di Kabupaten Paser, 30 di antaranya masuk dalam kawasan hutan. Kemudian dari 30 desa tersebut, 14 desa di antaranya masuk kawasan cagar alam, 15 desa masuk dalam kawasan budidaya kehutanan (KBK) dan satu desa masuk dalam kawasan hutan lindung. adapun ke 30 desa tersebut antara lain sebagai berikut ;[3]

Table: I (Pembagian Kawasan Hutan)
NO
DESA
KECAMATAN
KAWASAN
1.       
Tajur
Long Ikis
Cagar Alam Teluk Adang
2.       
Teluk Waru
Long Ikis
Cagar Alam Teluk Adang
3.       
Muara Adang
Long Ikis
Cagar Alam Teluk Adang
4.       
Petiku
Long Kali
Cagar Alam Teluk Adang
5.       
Muara Telake
Long Kali
Cagar Alam Teluk Adang
6.       
Maruat
Long Kali
Cagar Alam Teluk Adang
7.       
Pasir Mayang
Kuaro
Cagar Alam Teluk Adang
8.       
Pondong Baru
Kuaro
Cagar Alam Teluk Adang
9.       
Perepat
Paser Belengkong
Cagar Alam Teluk Apar
10.   
Lori
Paser Belengkong
Cagar Alam Teluk Apar
11.   
Labuangkallo
Tanjung Harapan
Cagar Alam Teluk Apar
12.   
Selengot
Tanjung Harapan
Cagar Alam Teluk Apar
13.   
Tanjung Aru
Tanjung Harapan
Cagar Alam Teluk Apar
14.   
Tanjung Harapan
Tanjung Harapan
Cagar Alam Teluk Apar
15.   
Belimbing
Long Ikis
KBK
16.   
Tiwei
Long Ikis
KBK
17.   
Pinang Jatus
Long Ikis
KBK
18.   
Muara Pias
Long Ikis
KBK
19.   
Munggu
Long Ikis
KBK
20.   
Jemparing
Long Ikis
KBNK
21.   
Kademan
Long Ikis
KBNK
22.   
Sebakung
Long Ikis
KBNK
23.   
Long Gelang
Long Ikis
KBNK
24.   
Samuntai
Long Ikis
APL
25.   
Sandeley
Kuaro
KBK
26.   
Modang
Kuaro
KBK
27.   
Kerang
Batu Engau
KBNK
28.   
Mengkudu
Batu Engau
KBNK
29.   
Laburan
Pasir Belengkong
KBNK
30.   
Petangis
Batu Engau
KBNK
31.   
Muluy
Batu Sopang
Hutan Lindung Gn. Lumut

         Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 79/Kpts-II/2001 total kawasan hutan di wilayah kabupaten Paser sebesar 659.208 Hektar atau 57 persen dari luas wilayah kabupaten Paser. Namun setelah disesuaikan dengan realisasi pelaksanaan tata batas kawasan hutan dan penunjukan sebagian Areal Penggunaan Lain (APL) menjadi Taman Hutan Raya (Tahura), luasan hutan kabupaten bertambah menjadi  680.823 hektar.[4]Cagar Alam Teluk Adang di Kabupaten Paser Kalimantan Timur, sangat kaya akan keanekaragaman hayati, khususnya untuk jenis-jenis burung. Cagar Alam ini meliputi 4 (empat) tipe ekosistem utama, yaitu hutan dataran rendah, hutan rawa, hutan mangrove dan pantai. [5]
 
          Dari luas keseluruhan kawasan hutan di Kabupaten Paser Pemerintah Daerah Kabupaten Paser, menetapkan 2 kawasan Cagar alam yaitu cagar alam teluk adang dan teluk apar. Dimana kedua kawasan tersebut ditetapkan sebagai kawasan cagar alam melalui Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan Nomor 86 Tahun 1993. Dalam SK itu dinyatakan Cagar Alam Teluk Adang luasnya 62.402 ha dan Cagar Alam Teluk Apar 46.900 ha.[6] 
           Salah satu kebijakan yang diterapkan oleh Pemerintah Kabupaten Paser yaitu pemberian Ijin Usaha Pertambangan (IUP)  Operasi Produksi dan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi Mineral Logam dan Batubara kepada pihak perusahaan untuk operasi produksi dan eksplorasi didalam kawasan cagar alam teluk adang Kecamatan Long Ikis. adapun ke 5 perusahaan tersebut diantaranya;[7]

Table II : Jumlah perusahaan pertambangan di Area Cagar Alam Teluk Adang

No
Perusahaan
Nomor Ijin
Luas Lahan
1.
PT. Satria Mahkota Gothech

Nomor Izin 545/1/operasi Produksi EK/II/2012

738,449 (Ha)
2.
PT. Putra 01

izin eksplorasi dari Pemerintah Kabupaten Paser melalui Dinas Pertambangan dan energi nomor 545/15/Ek/XII/2008 dengan kode wilayah KW 0809ER0004
361.985 (Ha)
3.
PT. Delapan Paser Sejahtera

IUP Operasi produksi melalui SK Bupati dengan Nomor: 545/5/Operasi Produksi /Ek/VIII/2009.
3.101.73 Ha
4.
PT. Buen Paser Energy

Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi/Operasi Produksi melalui Bupati dengan nomor: 545/04/Operasi Produk/Ek/IV/2011                                     
486,400 Ha
5.
PT. Talen Paser Prima

Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi/Operasi Produksi
525,46 Ha

         Tumbuh dan berkembangnya sektor pertambangan di Kabupaten Paser juga menjadi isu penting tidak hanya berkaitan dengan masalah keselamatan kerja, akan tetapi juga dengan masalah lingkungan, deforestasi dan degradasi hutan terlebih aktifitas pertambangan tersebut masuk ke dalam kawasan cagar alam teluk adang yang merupakan kawasan konservasi tanaman manggrove. Padahal, suatu daerah dengan status cagar alam tidak bisa ada aktivitas apa pun kecuali konservasi. Akibat aktivitas pertambangan yang dilakukan di Cagar Alam Teluk Adang, luas hutan mangrove di kawasan itu kini telah menyusut lebih dari 75 persen. Di kawasan Cagar Alam Teluk Adang, misalnya, luas huta mangrove yang semula 14.435 hektar (ha) kini tinggal 3.394 ha atau cuma 23,6 persennya saja.

II.  PERMASALAHAN HUKUM
         Pengrusakan lingkungan hidup dan ekosistem tanaman manggrove di kawasan Cagar Alam Teluk Adang akibat aktivitas pertambangan semakin parah selain itu, tidak berjalanya reklamasi pasca tambang turut memperparah kerusakan lingkungan dikawasan cagar alam teluk adang sedangkan, Kerusakan lingkungan sebagai dampak dari aktifitas penambangan batubara tidak hanya terjadi pada lokasi-lokasi tambang itu sendiri, akan tetapi juga berdampak pada daerah-daerah hilirnya. Selain berpotensi menimbulkan terjadinya erosi dan sendimentasi aktivitas penambangan batu bara dapat menyebabkan meningkatnya kandungan logam berat di tanah yang berpotensi merusak lingkungan perairan, penurunan kuantitas dan kualitas ketersediaan air, dampak aktifitas tersebut dapat pula menghilangkan habitat keanekaragaman hayati, mengubah bentang alam, serta gangguan keamanan dan kesehatan masyrakat di sekitar kawasan penambangan tersebut.[8]
Saat ini, terdapat 5  perusahaan pertambangan yang beroperasi didalam kawasan cagar alam Teluk Adang  adapun ke 5 Perusahaan pertambangan tersebut diantaranya;[9]
a.       PT. Satria Mahkota Gothech
b.      PT. Putra 01
c.       PT. Delapan Paser Sejahtera
d.      PT. Buen Paser Energy
e.       PT. Talen Paser Prima
        Dalam masa beroperasinya ke 5 perusahaan pertambangan yang melakukan kegiatan di kawasan konservasi cagar alam Teluk Adang melanggar hukum Dari hasil moitoring 5 (lima) perusahaan yang bergerak di sektor pertambangan, jenis-jenis pelanggaran yang umum  dilakukan adalah sebagai berikut:[10]
a.       Dalam menjalankan operasinya memasuki kawasan Cagar Alam Teluk Adang.
b.      Tidak ada ganti rugi pada saat pembebasan lahan
c.       Tidak ada konsultasi AMDAL
d.      Perusahaan menggunakan jalan umum melewati
e.       Jaminan reklamasi  tidak jelas
f.       Tidak menutup lubang bekas tambang
g.      Tidak melakukan pemulihan air
h.      Pengalihan IUP Operasi Produksi ke pada pihak lain
i.        Tumpang tindih dengan izin pemanfatan lain.
         Adapun, dugaan pelangaran hukum yang spesifik dilakukan oleh 5 perusahaan pertambangan yang melakukan aktifitas produksi dan eksplorasi batu bara didalam area Cagar Alam Teluk Adang diantaranya ;[11]

Table: III (Indiikasi Pelanggaran Hukum perusahaan pertambangan)
No
Perusahaan
Pelanggaran Hukum
1.
PT. Telen Paser Prima

a.    Menggunakan jalan kelapa sawit milik warga.
b.    Jamrek tidak jelas


2.
PT. Satria Mahkota Gotek

a.    Dalam menjalankan operasinya PT. Satria Mahkota Gotech memasuki kawasan Cagar Alam Teluk Adang.
b.    Tidak ada ganti rugi pada saat pembebasan lahan
c.    Tidak ada konsultasi AMDAL
d.   Perusahaan menggunakan jalan umum melewati desa Atang Pait yang notabene jalan poros yang menghubungkan ke Desa Lajur  lokasi pertambangan PT. Satria Mahkota Gotech
e.    Jamrek  tidak jelas
f.     Tidak Menutup Lubang Bekas Tambang
g.    Tidak melakukan pemulihan air
h.    Pengalihan IUP Operasi Produksi ke PT. SUMA

3.
PT. Putra OI

a.    Ada kegiatan eksplorasi yang masuk ke cagar alam Teluk Adang
b.    Tidak ada ganti rugi untuk pembebasan lahan
c.    Tidak ada sosialisasi AMDAL
d.   Tidak menutup lubang tambang
e.    Jamrek tidak jelas
4.
PT. Paser Buen Energy

a.       Tidak ada konsultasi AMDAL. Dokumen Amdal diterbitkan setelah perusahaan beroperasi
b.      Menggunakan jalan provinsi untuk melakukan kegiatan
c.       Tidak melakukan pemulihan kualitas air

5.
PT. Delapan Paser Sejahtera

a.       Tumpang Tindih dengan Izin Perkebunan
b.      Tidak memberikan jaminan reklamasi
c.       Tidak melakukan pemulihan air






III.        INSTRUMEN HUKUM

1.      Aktifitas pertambangan memasuki Cagar Alam Teluk Adang
           Dari sejumlah aktifitas yang dilakukan oleh 5 perusahaan pertambangan didalam kawasan konservasi cagar alam teluk adang merupakan pelanggaran hukum sebagaimana dijelaskan didalam Pasal 124 Pasal 134 ayat (2) UU Minerba menyebutkan “bahwa kegiatan usaha pertambangan tidak dapat dilaksanakan pada tempat yang dilarang untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,”
Kemudian dijelaskan kembali didalam Pasal 24 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (UU Kehutanan) menyebutkan “bahwa pemanfaatan kawasan hutan dapat dilakukan pada semua kawasan hutan kecuali pada cagar alam serta zona inti & zona rimba pad ataman nasional.”
         Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan  hanya dapat dilakukan untuk kegiatan yang mempunyai tujuan strategis yang tidak dapat dielakkan. Kegiatan tersebut meliputi: [12]
a)      Religi.
b)      Pertambangan.
c)      Instalasi pembangkit, transmisi, & distribusi listrik,serta teknologi energy baru & terbarukan.
d)     Pembangunan jaringan telekomunikasi, stasiun pemancar radio & stasiun relay telvisi.
e)      Jalan umum, jalan tol, & jalur kreta api.
f)       Sarana transportasi yang tidak dikategorikan sebagai sarana umum untuk keperuan pengankutan hasil produksi.
g)      Sarana & prasarana sumber daya air, pembangunan jaringan instalasi air, & saluran air bersih dan/atau air limbah.
h)      Fasilitas umum.
i)        Industri terkait kehutanan.
j)        Pertahanan & kemanan.
k)      Prasarana penunjang keselamatan umum.
l)        Penampungan sementara korban bencana alam.
        Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan  harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a)      Hanya dapat dilakukan di dalam kawasan hutan produksi dan/atau kawasan hutan lindung. Dengan demikian tidak boleh dilakukan di kawasan hutan konservasi (cagar alam, Taman nasional, taman hutan raya).[13]
b)      Tanpa mengubah fungsi pokok kawasan hutan dengan mempertimbangkan batasan luasan & jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan.[14]
c)      Penggunaan kawasan hutan dilakukan berdasarkan izin pinjam pakai kawasan hutan.[15]
d)     Penggunaan kawasan hutan untuk pertambangan yang berdampak penting dan cakupan yang luas serta bernilai strategis, izin pinjam pakai kawasan hutan hanya dapat diberikan setelah mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat.
       Penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan dilakukan dengan ketentuan:
a)      Dalam kawasan hutan produksi dapat dilakukan:
                                               i.   Penamangan engan pola pertambangan terbuka.
                                             ii.   Penambangan dengan pola pertambangan bawah tanah.
b)      Dalam kawasan hutan lindung hanya dapat dilakukan penambangan dengan pola pertabangan awah tanah dengan ketentuan dilarang mengakibatkan:
                                            i.      turunnya permukaan tanah.
                                          ii.      Berubahnya fungsi pokok kawaan hutan secara permanen.
                                        iii.      Terjadinya kerusakan akuiver tanah.

2.        Sanksi Hukum

         PT. Satria Mahkota Gotek & PT. Putra OI yang melakukan aktifitas di wilayah cagar alam teluk adang melanggar ketentuan Pasal 134 ayat (2) UU Minerba, Pasal 24 UU Kehutanan & Pasal 4 ayat (1) PP No. 24 tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan. Perbuatan tersebut diancam dengan hukuman sebagai berikut:
a)       melakukan aktifitas di wilayah cagar alam teluk adang melanggar ketentuan Pasal 134 ayat (2) UU Minerba, Pasal 24 UU Kehutanan & Pasal 4 ayat (1) PP No. 24 tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan. Perbuatan tersebut diancam dengan hukuman sebagai berikut:
b)       Barang siapa dengan sengaja mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah; diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). (Pasal 78 ayat (2) jo. Pasal 50 ayat (3) huruf a UU 41 tahun 1999 tentang Kehutanan)
c)       Barang siapa dengan sengaja melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan, tanpa izin Menteri; diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). (Pasal 78 ayat (6) jo. Pasal 50 ayat (3) huruf g UU 41 tahun 1999 tentang Kehutanan)
d)       Barang siapa dengan sengaja membawa alat-alat berat dan atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan, tanpa izin pejabat yang berwenang; diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). (Pasal 78 ayat (9) jo. Pasal 50 ayat (3) huruf j UU 41 tahun 1999 tentang Kehutanan)
e)       Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) apabila dilakukan oleh dan atau atas nama badan hukum atau badan usaha, tuntutan dan sanksi pidananya dijatuhkan terhadap pengurusnya, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, dikenakan pidana sesuai dengan ancaman pidana masing -masing ditambah dengan 1/3 (sepertiga) dari pidana yang dijatuhkan (Pasal 78 ayat (14) UU 41 tahun 1999 tentang Kehutanan)

1.        Tidak ada ganti rugi pembebasan lahan Masyarakat[16]

a)      Pasal 134 UU Minerba mengatur bahwa hak atas WIUP, WPR, atau WIUPK  tidak meliputi hak atas tanah permukaan bumi. Selain itu hak IUP, IPR atau IUPK bukan merupakan hak kepemilikan atas tanah. Pemegang IUP Eksplorasi atau IUPK Eksplorasi hanya dapat melaksanakan kegiatannya setelah mendapat persetujuan pemegang hak atas tanah.[17]
b)      Pemegang IUP atau IUPK sebelum melakukan kegiatan operasi produksi wajib menyelesaiakan hak atas tanah dengan pemegang hak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[18]
c)       Penyelesaian hak atas tanah tersebut dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan atas tanah oleh pemegang IUP atau IUPK.[19] Pemegang IUP atau IUPK yang telah melaksanakan penyelesaian terhadap bidang-bidang tanah dapat diberikan hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[20]
d)     Menurut Pasal 100 PP. No 23 Tahun 2010[21] tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan, pemegang IUP Operasi Produksi & IUPK Operasi Produksi yang akan melakukan kegiatan operasi produksi wajib menyelesaikan sebagian atau seluruh hak atas tanah dalam WIUP atau WIUPK dengan pemegang hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi wajib memberikan kompensasi berdasarkan kesepakatan bersama dengan pemegang hak tas tanah. Kompensasi tersebut dapat berupa sewa menyewa, jual beli atau pinjam pakai.


2.          Sanksi Hukum

        Tidak adanya ganti rugi pembebasan lahan yang dilakukan oleh PT. Satria Mahkota Gotek & PT. Putra OI melanggar ketentuan Pasal 136 ayat (1) UU Minerba & Pasal 100 PP No. 23 Tahun 2010 tentan Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan. Perbuatan tersebut diancam dengan saknsi administrasi berupa:
a)      Peringatan tertulis.
b)      Penghentian sementara sebagian/seluruh kegiatan eksplorasi atau operasi produksi.
c)      Pencabutan IUP,IUPK atau IPR.
Sanksi tersebut diberikan oleh menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.



1.       Jaminan reklamasi tidak jelas[22]

a)      Pasal 100 UU Minerba mengatur bahwa pemegang IUP & IUPK wajib menyediakan dana jaminan reklamasi & jaminan pascatambang. Dengan dana tersebut menteri, gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dapat menetapkan pihak ketiga untuk melakukan reklamasi & pascatambang dengan dana jaminan tersebut.
b)      Pasal 29 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi & Pascatambang mengatur bahwa pemegang IUP & IUPK wajib menyediakan jaminan reklamasi & jaminan pasca tambang. Jaminan reklamasi tersebut terdiri atas jaminan reklamasi tahap eksplorasi & jaminan reklamasi tahap operasi produksi. Penempatan jaminan reklamasi tidak menghilangkan kewajiban pemegang IUP & IUPK untuk melaksanakan reklamasi.[23]
c)      Jaminan reklamasi tahap eksplorasi ditetapkan sesuai dengan rencana reklamasi yang disusun berdasarkan dokumen lingkungan hidup & dimuat dalam rencana kerja & anggaran biaya eksplorasi.[24] Jaminan reklamasi ditempatkan pada bank pemerintah dalam bentuk deposito berjangka.[25] Penempatan jaminan reklamasi tersebut dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak rencana kerja & anggaran biaya tahap eksplorasi disetujui oleh meneri, gubernur, bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.[26]
d)     Untuk jaminan reklamasi tahap operasi produksi ditetapkan sesuai dengan rencana reklamasi.[27] Jaminan reklamai tersebut dapat berupa: (a) rekening bersama pada bank pemerintah; (b) deposito berjangka pada bank pemerintah; (c) bank garansi pada bank pemerintah atau bank swasta nasional; (d) cadangan akutansi.[28] Penempatan jaminan reklamasi tersebut dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak rencana reklamasi disetujui oleh meneri, gubernur, bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.[29]
e)      Pasal 16 ayat (1) Perda Provinsi Kalimantan Timur Nomor 8 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Reklamasi & Pasca Tambang mengatur bahwa pemegang IPR, IUP Eksplorasi & IUPK Eksplorasi wajib menempatkan dana jaminan reklamasi & pascatambang. Untuk pemegang IPR, IUP Operasi Produksi & IUPK Operasi Produksi wajib menempatkan dana jaminan reklamasi & pascatambang sebelum melakukan kegiatan dengan jumlah untuk menutupi seluruh biaya pelaksanaan reklamasi & pascatambang. Penempatan dana jaminan reklamasi & pascatambang tersebut wajib diumumkan di media massa.
f)       Pemegang IPR, IUP, IUPK & Pemegang izin pertambangan yang dikeluarkan oleh pemerintah wajib menempatkan dana jaminan reklamasi & pascatambang dengan cara sebagai berikut:[30]
1.      Tahap eksplorasi dilakukan dalam bentuk deposito berjangka.
2.      Tahap operasi produksi dilakukan dalam bentuk rekening bersama pada bank pemerintah, deposito berjangka pada bank pemerintah, bank garansi pada bank pemerintah atau bank swasta nasional, asuransi atau cadangan akutansi.
g)      Pemegang izin pertambangan wajibmenyediakan dana tambahan dalam hal jumlah dana jaminan reklamasi & pascatambang tidak mencukupi sampai dengan pelaksanaan reklamasi & pascatambang dinyatakan selesai.[31] Penempatan jaminan reklamasi tidak menghilangkan kewajiban pemegang IUP & IUPK untuk melaksanakan reklamasi.[32]

2.      Sanksi Hukum 
        Ketidak jelasan penempatan jaminan rekalamasi dari oleh PT. Telen Paser Prima, PT. Satria Mahkota Gotek, PT. Putra OI & PT. Delapan Paser Sejahtera melanggar ketentuan Pasal 100 UU Minerba, Pasal 29 ayat (1) PP No. 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi & Pascatambang & Pasal 16 ayat (1) & ayat (2) Perda Provinsi Kalimantan Timur No. 8 tahun 2013 tenntan Penyelenggaraan Reklamasi & Pascatambang.
Pelanggaran terhadap ketentaun Pasal 100 UU Minerba & Pasal 29 ayat (1) PP No. 78 tahun 2010 dikenakan sanksi administrasi berupa:
a)      Peringatan tertulis.
b)      Penghentian sementara sebagian/seluruh kegiatan eksplorasi atau operasi produksi.
c)      Pencabutan IUP,IUPK atau IPR.
Sanksi administrasi berupa pencabutan IUP, IUPK atau IPR tidak menghilangkan kewajiban untuk melakukan reklamasi & pascatambang. Sanksi administrasi tersebut diberikan oleh menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

1.      Tidak menutup lubang galian yang sudah tidak ditambang.[33]

         Pemegang IUP & IUPK wajib menerapkan kaidah teknik pertambangan yang baik. Dalam penerapan kaidah teknik pertambangan yang baik pemegang IUP & IUPK wajib melaksanakan pengelolaan & pemantauan lingkungan pertambangan, termasuk kegiatan reklamasi & pascatambang.[34]
        Pasal 20 ayat (1) PP No. 78 tahun 2010 tentang Reklamasi & Pascatambang mengatur bahwa pemegang IUP Operasi Produksi & IUPK Operasi Produksi wajib melaksanakan reklamasi & pascatambang sesuai dengan rencana reklamasi & rencana pascatambang sampai memenuhi kriteria keberhasilan. Dalam melaksanakan reklamasi & pascatambang pemegang IUP Operasi Produksi & IUPK Operasi Produksi harus menunjuk pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan reklamasi & pascatambang.[35]
       Pelaksanaan reklamasi dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender setelah tidak ada kegiatan usaha pertambangan pada lahan terganggu.[36]
Pemegang IPR, IUP Operasi Produksi & IUPK Operasi Produksi termasuk izin pertambangan yang dikeluarkan oleh pemerintah wajib melakukan reklamasi selama 30 (tiga puluh) hari sejak tidak digunakan area yang telah ditambang.[37] Kewajiban melakukan reklamasi tersebut dilakukan berdasarkan rencana reklamasi yang telah disetujui.
2.      Sanksi Hukum
         Adanya lubang bekas tambang yang dibiarkan di wilayah izin usaha pertambangan PT. Satria Mahkota Gotek & PT. Putra OI melanggar ketentuan Pasal 96 UU Minerba, Pasal 20 ayat (1) PP No. 78 tahun 2010 & Pasal 8 Perda Provinsi Kalimantan Timur No. 8 Tahun 2013. Perbuatan tersebut diancam dengan sanksi administrasi berupa:
a)      Peringatan tertulis.
b)      Penghentian sementara sebagian/seluruh kegiatan eksplorasi atau operasi produksi.
c)      Pencabutan IUP,IUPK atau IPR.
Sanksi administrasi berupa pencabutan IUP, IUPK atau IPR tidak menghilangkan kewajiban untuk melakukan reklamasi & pascatambang. Sanksi administrasi tersebut diberikan oleh menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

1.      Tidak ada konsultasi AMDAL[38]

       Pasal 22 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan & Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) mengatur bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki amdal (analisis mengenai dampak lingkungan). Kriteria usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting yang wajib dilengkapi dengan amdal terdiri atas:[39]
a)      Pengubahan bentuk lahan & bentang alam.
b)      Eksploitasi sumber daya alam, baik yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan.
c)      Proses & kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta pemborosan & kemerosotan sumber daya alam dalam pemanfaatannya.
d)     Proses & kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan sosial & budaya.
e)      Proses & kegiatan yang hasilnya akan mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi sumber daya alam dan/atau perlindungan cagar budaya.
f)       Introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, hewan, & jasad renik.
g)      Pembuatan & penggunaan bahan hayati & non hayati.
h)      Kegiatan yang mempunyai resiko tinggi dan/atau mempengaruhi pertahanan negara.
i)        Penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi lingkungan hidup.
Dokumen amdal disusun oleh pemrakarsa dengan melibatkan masyarakat.[40]
 
j)        Pelibatan masyarakat tersebut dilaksanakan dalam proses pengumuman & konsultasi publik dalam rangka menjaring saran & tanggapan. Pelibatan masyarakat harus dilakukan berdasarkan prinsip pemberian informasi yang transparan & lengkap serta diberitahukan sebelum kegiatan dilaksanakan.[41] Masyarakat yang turut dilibatkan meliputi:[42] (a) masyarakat terkena dampak; (b) Pemerhati lingkungan hidup; (c) Yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses amdal. Masyarakat tersebut dapat mengajukan keberatan terhadap dokumen amdal.[43]
k)      Menurut Pasal 9 ayat (1) PP Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan pemrakarsa dalam menyusun dokumen amdal mengikutsertakan masyarakat:
1.                   Yang terdampak.
2.                   Pemerhati lingkungan hidup.
3.                   Yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses amdal.
l)        Pengikutsertaan masyarakat dilakukan sebelum penyusunan dokumen kerangka acuan. Pengikutsertaan masyarakat dilakukan melalui pengumuman usaha dan/atau kegiatan & konsultasi publik.[44]
m)    Masyarakat dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak pengumuman berhak mengajukan saran, pendapat, & tanggapan terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan.[45] Saran, tanggapan & pendapat tersebut disampaikan secara tertulis kepada pemrakarsa & menteri, gubernur, atau bupati/walikota.[46]
n)      Kewajiban pelibatan masyarakat dalam penyusunan amdal juga diatur dalam Pasal 34 ayat (1) PP No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Pasal itu menyebutkan bahwa warga masyarakat yang berkepentingan wajib dilibatkan dalam proses penyusunan kerangka acuan, penilaian kerangka acuan, analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup & rencana pemantauan lingkungan hidup.

2.    Sanksi Hukum

        Tidak adanya sosialisasi yang dilakukan oleh PT. Satria Mahkota Gotek, PT. Putra OI, & PT. Paser Buen Energy dalam penyusunan amdal telah meanggar ketentuan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan & Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 9 ayat (1) PP Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, & Pasal 34 ayat (1) PP No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.


1.      Tidak melakukan pemulihan kualitas air tanah[47]

          Dalam penerapan kaidah teknik pertambagan yang baik, pemegang IUP & IUPK wajib melaksanakan pengelolaan sisa tambang dari suatu kegiatan usaha pertambangan dalam bentuk padat, cair atau gas sampai memenuhi standar baku mutu lingkungan sebelum dilepas ke media lingkungan.[48]
        Untuk menajmin lingkungan hidup yang sehat & lestari pemegang IUP & IUPK juga wajib menjamin penerapan standar & baku mutu lingkungan seuai dengan karakteristik suatu daerah.[49] Selain itu pemegang IUP & IUPK juga wajib menjaga kelestarian fungsi & daya dukung sumber daya air yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[50]
Pasal 54 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan & Pengelolan Lingkungan Hidup menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup wajib melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup. Pemulihan fungsi lingkungan hidup dilakukan dengan tahapan:
a)      Penghentian sumber pencemaran & pembersihan unsur pencemar.
b)      Remediasi.
c)      Rehabilitasi.
d)     Restorasi.
e)      Cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan & teknologi.
       Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.[51] Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban:[52]
a)      Memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan & pengelolaan lingkungan hiup secara benar, akurat, terbuka & tepat waktu.
b)      Menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup.
c)      Menaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup dan/atau baku kerusakan lingkungan hidup.
        Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, dilarang membuang limbah ke media lingkungan & dilarang membuang B3 & limbah B3 ke media lingkungan.[53]
        Menurut Pasal 24 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tenntang Sumber Daya Air, setiap orang atau badan usaha dilarang melakukan kegiatan yang mengakibatkan rusaknya sumber air & prasarananya, mengganggu upaya pengawetan air, dan/atau mengakibatkan pencemaran air. Selain itu setiap orang atau badan usaha juga dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya daya rusak air.[54]
         Pasal 37 PP Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air & Pengendalian Pencemaran Air menyebutkan bahwa setiap penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan yang membaung air limbah ke air atau sumber air wajib mencegaj & menanggulangi terjadinya pencemaran air.
        Pasal 30 ayat (1) Perda Provinsi Kalimantan Timur Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kualitas Air & Pengendalian Pencemaran Air menyebutan bahwa setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan pencemaran air pada sumber air, pesisir atau laut wajib melakukan penanggulangan pencemaran air. Penanggulangan pencemaran air tersebut dilakukan dengan cara:
a)      Menghentikan sementara sebagian atau seluruh sumber dampak yang mengakibatkan pencemaran air pada sumber air, pesisir atau laut.
b)      Menangani secara teknis sumber air, pesisir atau laut.
c)      Mengamankan & menyeamatkan masyarakat, hewan & tanaman.
d)     Mengisolasi lokasi terjadinya pencemaran air pada sumber air, pesisir atau laut sehingga dampaknya tidak meluas atau menyebar.
e)      Cara lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan & teknologi.
Sedangan Pasal 31 ayat (1) Perda Provinsi Kalimantan Timur Nomor 2 Tahun 2011 mengatur bahwa setia penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan pncemaran air pada sumber air, pesisir atau laut wajib melakukan pemulihan akibat pencemaran yang dilakukannya. Pemulihan pencemaran air pada sumber air, pesisr atau laut tersebut dilaksankan dengan cara:
a)      Membersihka media air pada sumber air, tanah, pesisir atau laut yang tercemar.
b)      Menutip sebagian atau seluruhnya sumber dampak yang mengakibatkan pencemaran.
c)      Merelokasi usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan pencemaran air pada sumber air, pesisir atau laut.
d)     Cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan & teknologi.
        
      Pasal 35 ayat (1) Perda Provinsi Kalimantan Timur Nomor 2 Tahun 2011 mengatur bahwa setiap orang yang melakukan udaha dan/atau kegiatan wajib:
a)      melakukan pengelolaan air limbah sehingga mutu air limbah yang dibuang ke lingkungan setiap saat tidak melampaui baku mutu air limbah yang telah ditetapkan;
b)      membuat saluran pembuangan air limbah tertutup atau kedap air sehingga tidak terjadi perembesan air limbah ke lingkungan (kecuali dari proses run off untuk kegiatan pertambangan umum);
c)      melakukan pengukuran debit air limbah dengan memasang alat ukur debit/laju alir air limbah atau melakukan perhitungan debit air limbah, serta melakukan pencatatan debit harian air limbah tersebut;
d)     tidak melakukan pengenceran air limbah, termasuk mencampurkan buangan air bekas pendingin ke dalam aliran pembuangan air limbah;
e)      menguji kadar parameter baku mutu air limbah di laboratorium yang terakreditasi atau laboratorium rujukan secara periodik paling sedikit 1 (satu) kali dalam sebulan atau ditentukan secara khusus dalam lampiran setiap jenis industri;
f)       memisahkan saluran pembuangan air limbah dengan saluran limpahan air hujan;
g)      melakukan pencatatan produksi bulanan senyatanya;
h)      menyampaikan laporan tentang catatan debit harian dan kadar parameter bulanan BMAL dan produksi bulanan senyatanya sebagaimana dimaksud pada huruf c, huruf e dan huruf g paling sedikit 1 (satu) bulan sekali kepada Instansi Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota, Badan Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Timur, Kementerian Negara Lingkungan Hidup dan instansi teknis lain yang dianggap perlu ses dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 36 Perda Provinsi Kalimantan Timur Nomor 2 Tahun 2011 mengatur bahwa setiap orang dilarang:
a)      Melakukan pencemaran air pada sumber air, pesisir atau laut.
b)      Melanggar baku mutu air limbah.
c)      Melakukan pembuangan air limbah ke media sumber air, pemanfaatan air limbah unutk aplikasi pada tanah, dan/atau pembuangan air limbah ke esisir atau laut tanpa memiliki izin pembuangan air limbah dari pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2.      Sanksi Hukum

         PT. Satria Mahkota Gotek, PT. Paser Buen Energy, & PT. Delapan PAser Sejahtera dalam menjalankan aktifitas prtambangannya tidak melakukan perbaikan kualitas air. Hal itu melanggar ketentuan Pasal 96 huruf e, Pasal 97, & Pasal 98 UU Minerba, Pasal 54, Pasal 67, Pasal 68 & Pasal 69 ayat (1) huruf a,e,& f Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, Pasal 24 & Pasal 52 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004, Pasal 37 PP Nomor 82 Tahun 2001, Pasal 30 ayat (1), Pasal 35 ayat (1), & Pasal 36 Perda Provinsi Kalimantan Timur Nomor 2 Tahun 2011. Dengan ancaman human sebagai berikut:
·         Pelanggaran terhadap Pasal 96 huruf e, Pasal 97, & Pasal 98 UU Minerba diancam dengan sanksi administrasi berupa:
a)      Peringatan tertulis.
b)      Penghentian sementara sebagian/seluruh kegiatan eksplorasi atau operasi produksi.
c)      Pencabutan IUP,IUPK atau IPR.
·         Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).[55]
·         Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).[56]
·         Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka berat atau mati, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).[57]
·         Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).[58]
·         Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).[59]
·         Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka berat atau mati, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp 9.000.000.000,00 (sembilan miliar rupiah).[60]
·         Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak melaksanakan paksaan pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).[61]
·         Apabila tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh, untuk, atau atas nama badan usaha, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada:[62]
a)      badan usaha; dan/atau
b)      orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau orang yang bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana tersebut.
·         Apabila tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh orang, yang berdasarkan hubungan kerja atau berdasarkan hubungan lain yang bertindak dalam lingkup kerja badan usaha, sanksi pidana dijatuhkan terhadap pemberi perintah atau pemimpin dalam tindak pidana tersebut tanpa memperhatikan tindak pidana tersebut dilakukan secara sendiri atau bersama-sama.[63]
·         Jika tuntutan pidana diajukan kepada pemberi perintah atau pemimpin tindak pidana ancaman pidana yang dijatuhkan berupa pidana penjara dan denda diperberat dengan sepertiga.[64]
·         Terhadap tindak pidana sanksi pidana yang dilakukan oleh, unutk atau atas nama badan usaha sanksi pidana dijatuhkan kepada badan usaha yang diwakili oleh pengurus yang berwenang mewakili di dalam dan di luar pengadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan selaku pelaku fungsional.[65]
·         Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini, terhadap badan usaha dapat dikenakan pidana tambahan atau tindakan tata tertib berupa:[66]
a)      perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana;
b)      penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan/atau kegiatan;
c)      perbaikan akibat tindak pidana;
d)     pewajiban mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau
e)      penempatan perusahaan di bawah pengampuan paling lama 3 (tiga) tahun.
·         Dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah):[67]
a)      setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan rusaknya sumber air dan prasarananya, mengganggu upaya pengawetan air, dan/atau mengakibatkan pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24; atau
b)      setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya daya rusak air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52.
·         Dipidana dengan pidana penjara paling lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah):[68]
a)      setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan kerusakan sumber daya air dan prasarananya, mengganggu upaya pengawetan air, dan/atau mengakibatkan pencermaran air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24; atau
b)      setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya daya rusak air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52.
·         Dalam hal tindak pidana sumber daya air dilakukan oleh badan usaha, pidana dikenakan terhadap badan usaha yang bersangkutan. Pidana yang dijatuhkan adalah denda ditambah dengan sepertiga denda yang dijatuhkan.[69]
·         Setiap penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan usaha yang tidak mencegah & menagguangi terjadinya encemaran air dapat dijatuhi sanksi administrasi oleh bupati/walikota.[70]
·         Setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 Perda Provinsi Kalimantan Timur Nomor 2 Tahun 2011 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).[71]
·         Setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dan Pasal 45 Perda Provinsi Kalimantan Timur Nomor 2 Tahun 2011 dipidana dengan pidana penjara dan denda sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.[72]

1.      IUP Operasi Produksi dialihkan ke pihak lain.[73]

        Pasal 93 UU Minerba menyebutan bahwa pemegang IUP & IUPK tidak boleh memindahkan IUP & IUPK-nya kepada pihak lain. Untuk pengalihan kepemilikan dan/atau saham di bursa saham Indonesia hanya dapat dilakukan setelah melakukan kegiatan eksplorasi tahapan tertentu. Pengalihan kepemilikan tersebut dilakukan dengan syarat:
a)      Harus memberitahu kepada menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
b)      Sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan Pasal 7A PP Nomor 24 Tahun 2012 tentang Perubahan Peratama atas PP No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan menyebutkan bahwa Pemegang IUP & IUPK tidak boleh memindahkan IUP & IUPK-nya kepada pihak lain. Pihak lain di sini meliputi badan usaha yang 51% atau lebih sahamnya tidak dimiliki o;eh pemegang IUP & IUPK. Dengan kata lain IUP & IUPK hanya dapat dipindahkan kepada badan usaha yang 51% atau lebih sahamnya dimiliki oleh IUP & IUPK.

2.      Sanksi Hukum

       Pengalihan IUP Operasi Produksi PT. Satria Mahkota Gotek kepada PT. Suma dibolehkan jika PT. Satria Mahkota Gotek minimal memiliki minimal 51% saham PT. Suma. Jika tidak berarti ada pelanggaran dalam pemindahan IUP Operasi Produksi tersebut & PT. Suma dapat dikenai hukuman karena melakukan usaha penambangan tanpa memiliki IUP, IPR , atau IUPK.
Pelanggaran terhadap Pasal 93 UU Minerba diancam dengan sanksi administrasi berupa:
a)      Peringatan tertulis.
b)      Penghentian sementara sebagian/seluruh kegiatan eksplorasi atau operasi produksi.
c)      Pencabutan IUP,IUPK atau IPR.
      Sedangkan melakukan usaha penambangan tanpa memiliki IUP, IPR, IUPK dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun & denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).[74] Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh suatu badan hukum, selain pidana penjara & denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap badan hukum tersebut berupa pidana denda dengan pemberatan ditambah1/3 (satu pertiga) kali dari ketentuan maksimum pidana denda yang dijatuhkan.[75] Selain pidana denda , badan hukum dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:[76]
a)      Pencabutan izin usaha.
b)      Pencabutab status badan hukum
Kepada pelaku tindak pidana di sektor pertambangan sebagaimana diatur dalam Pasal 158, Pasal 159, Pasal 160, PAsal 161, & Pasal 162 UU Minerba dapat dikenai pidana tambahan berupa:[77]
a)      Perampasan barang yang digunakan dalam melakukan tindak pidana.
b)      Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana.
c)      Kewajiban membayar biaya yang timbul akibat tindak pidana.

1.      WIUP tumpang tindih dengan izin pemanfatan lain.[78]

         Tumpang tindih izin pemanfaatan di lokasi yang sama menunjukkan adanya permaslahan dalam penerbitan izin-izin tersebut. UU Minerba selain mengatur ketentuan pidana yang ditujukan kepada perbuatan yang dilakukan oleh penerima/pemegang izin tambang juga mengatur tentang tindak pidana yang ditujukan keepada pejabat pemberi izin sebagaimana diatur dalam Pasal 165 UU Minerba.
“Setiap orang yang mengeluarkan IUP, IPR, atau IUPK yang bertentangan dengan undang-undang ini & menyakahgunakan kewenangannya diberi sanksi pidana paling lama 2 (dua) tahun penjara & dengan paling banyak Rp 200.000.00,00 (dua ratus juta rupiah).”
Perbuatan penyalahgunaan kewenangan sifatnya luas tetapi terhadap pejabat penerbit izin tersebut dibatasi sepanjang perbuatan penerbit IUP, IPR, atau IUPK saaja. Tujuan daiturnya tindak pidana ini agar pejabat tersebut dapat bekerja dengan baik & melayani kepentingan masyarakat dengan semestinya.

2.      Sanksi Hukum

       Adanya izin pemanfaatn lain di WIUP PT. Delapan Paser Sejahtera harus ditelusuri lebih lanjut. Apakah ini disengaja atau hanya sebatas kelalaian. Apabila terbukti pihak yang berwenang mengeluarkan izin menyalahgunakan kewenangannya maka kepada pihak tersebut dapat dikenai ancaman pidana sebagaimana yang diatur dalam Pasal 165 UU Minerba.


[1] Data ini, dihimpun dari Dokumen Paser dalam Angka Tahun  2014 yang  merupakan arsip yang dimiliki Badan Pusat statistik Kabupaten Paser Tanggal 19 September 2014.
[2] Data ini dihimpun dari dokumen penetapan dan pembagian tata kelola kawasan hutan Dinas Kehutanan dan pertambangan Kabupaten Paser pada tanggal 17 September 2014
[3] Data Ini diolah berdasarkan peta Kabupaten Paser Berdasarkan status kawasan   pada tanggal 27 Desember 2014.
[4] SK Menteri Kehutanan No. 79/Kpts-II/2001
[5] (sumber : http://alamendah.wordpress.com/2010/01/14/kategori-status-konservasi-iucn-red-list/
[6] Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan Nomor 86 Tahun 1993
[7] Data daftar nama perusahaan pemegang IUP yang terdaftar DI Kab, Paser sampai tanggal 31 Juli 2014 yang diterbitkan oleh Dinas Kehutanan dan Pertambangan Kab. Paser. Pada tanggal 12 September 2014
[8] Diakses dari Dokumen hasil penelitian balitek KSDA,”Mengelola Konservasi Berbasis Kearifan Lokal,” Kementerian Kehutanan badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, pada Tanggal 20 September 2014.
[9] Data ini dihimpun dari dokumen IUP Juli 2014 Dinas Kehutanan dan Pertambangan Kabupaten Paser pada 12 September 2014.
[10] Data ini dikutip dari hasil laporan penelitian ICW pemetaan awal dugaan tindak pidana korupsi sektor kehutanan di Kabupaten  Paser
[11] Data ini dihimpun dari temuan lapangan dalam project penelitian local monitoring dugaan tindak pidana korupsi sektor kehutanan di Kabupaten Paser, ICW, pada tanggal, 9 November 2014.

[12] Pasal 4 ayat (1) PP No . 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan.
[13] Pasal 3 ayat (1).
[14] Pasal 3 ayat (2).
[15] Pasal 6 ayat (1).
[16] Pelanggaran ini dilakukan oleh PT. Satria Mahkota Gotek, PT.Putra OI, PT.
[17] Pasal 135 UU Minerba.
[18] Pasal 136 ayat (1).
[19] Pasal 136 ayat (2).
[20] Pasal 137
[21] PP No 24 Tahun 2010 sudah 2 (dua) kali dirubah. Perubahan pertama dengan PP. No. 24 tahun 2012 & perubahan kedua dengan PP No. 1 Tahun 2014. namun, ketentuan Pasal 100 ini tidak mengalami perubahan.
[22] Pelanggaran ini dilakukan oleh PT. Telen Paser Prima, PT. Satria Mahkota Gotek, PT. Putra OI & PT. Delapan Paser Sejahtera.
[23] Pasal 32.
[24] Pasal 30 ayat (1) PP No. 78 Tahun 2010.
[25] Pasal 30 ayat (2).
[26] Pasal 30 ayat (3).
[27] Pasal 31 ayat (1).
[28] Pasal 31 ayat (2).
[29] Pasal 31 ayat (3).
[30] Pasal 17 ayat (1) Perda Prov. Kaltim No. 8 Tahun 2013
[31] Pasal 17 ayat (2).
[32] Pasal 18.
[33] Pelanggaran ini dilakukan oleh PT. Satria Mahkota Gotek & PT. Putra OI, PT.
[34] Pasal 96 huruf c UU Minerba.
[35] Pasal 20 ayat (2).
[36] Pasal 21.
[37] Pasal 8 Perda Provinsi Kalimantan Timur No. 8 Tahun 2013 tentang penyelenggaraan reklamasi & pascatambang.
[38] Pelanggaran ini dilakukan oleh PT. Satria Mahkota Gotek, PT. Putra OI & PT. Paser Buen Energy.
[39] Pasal 23 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2009.
[40] Pasal 26 ayat (1).
[41] Pasal 26 ayat (2).
[42] Pasal 26 ayayt (3).
[43] Pasal 26 ayayt (4).
[44] Pasal 9 ayat (2) PP No. 27 Tahun 2012.
[45] Pasal 9 ayat (4) PP No. 27 Tahun 2012.
[46] Pasal 9 ayat (5) PP No. 27 Tahun 2012.

[47] Pelanggran ini dilakukan oleh PT. Satria Mahkota Gotek, PT. Paser Buen Energy, & PT. Delapan PAser Sejahtera.
[48] Pasal 96 huruf e UU Minerba.
[49] Pasal 97 UU Minerba.
[50] Pasal 98 UU Minerba.
[51] Pasal 67 UU PPLH.
[52] Pasal 68 UU PPLH.
[53] Pasal 69 ayat (1) huruf a, e, & f UU PPLH.
[54] Pasal 52 UU No. 7 Tahun 2004
[55] Pasal 98 ayat (1) UU PPLH.
[56] Pasal 98 ayat (2) UU PPLH.
[57] Pasal 98 ayat (3) UU PPLH.
[58] Pasal 99 ayat (1) UU PPLH.
[59] Pasal 99 ayat (2) UU PPLH.
[60] Pasal 99 ayat (3) UU PPLH.
[61] Pasal 114 UU PPLH.
[62] Pasal 116 ayat (1) UU PPLH.
[63] Pasal 116 ayat (2) UU PPLH.
[64] Pasal 117 UU PPLH.
[65] Pasal 118 UU PPLH.
[66] Pasal 119 UU PPLH.
[67] Pasal 94 ayat (1) UU No. 7 Tahun 2004.
[68] Pasal 95 ayat (1) UU No. 7 Tahun 2004.
[69] Pasal 96 ayat (1) & ayat (2) UU No. 7 Tahun 2004.
[70]  Pasal 48 PP No. 82 Tahun 2001.
[71] Pasal 57 ayat (1) Perda Prov. kaltim No. 2 Tahun 2011.
[72] Pasal 58 ayat (1) Perda Prov. kaltim No. 2 Tahun 2011.
[73] Pelanggran ini dilakukan oleh PT. Satria Mahkota Gotek
[74] Pasal 158 UU Minerba
[75] Pasal 163 ayat (1) UU Minerba.
[76] Pasal 163 ayat (2) UU Minerba.
[77] Pasal 164 UU Minerba.
[78] Dilakukan oleh PT. Delapan Paser Sejahtera.



 IV. LAMPIRAN DOKUMENTASI





Lokasi Cagar Alam Teluk Adang






Lubang Pasca Tambang tidak di Reklamasi

Lahan Tambang di Kawasan Cagar Teluk Adang





Kerusakan sebagian Lahan  Manggrove